Banjir Sintang & Jokowi
Oleh: Dhimam Abror DjuraidSekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyerang balik dengan mempertanyakan sikap politik Fadli yang tidak sejalan dengan garis partainya. Partai Gerindra ada dalam barisan koalisi pendukung Jokowi, tetapi Fadli Zon dianggap selalu berseberangan dengan kebijakan Jokowi.
Bencana banjir menjadi komoditas politik yang selalu didaur ulang. Di Jakarta, setiap tahun debat mengenai banjir selalu membanjir tidak ada habisnya. Saling serang dan saling hujat dengan argumen yang sama dari tahun ke tahun tidak pernah berubah.
Banjir Sintang juga menjadi komoditas politik untuk saling serang. Pemerintah daerah dianggap tidak siap menghadapi bencana, dan pemerintah pusat dianggap lamban dalam bereaksi.
Dalam sebuah kesempatan, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji menjadi uring-uringan dan mengusir perwakilan pengusaha kelapa sawit yang dianggap tidak punya kepedulian terhadap korban banjir.
Menteri Sosial Tri Rismaharini sudah terjun ke lokasi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga sudah turun memberikan bantuan, tetapi banjir masih tetap membandel.
Risma mengatakan kondisi alam akibat badai La Nina membuat banjir makin sulit diatasi. Ada anomali cuaca akibat pemanasan global yang membawa perubahan cuaca drastis yang menyebabkan banjir dan longsor.
Fenomena alam bisa saja dituding sebagai sebab bencana hidrometrologi yang sekarang banyak terjadi di berbagai tempat. Namun, kebijakan pengelolaan lingkungan yang semrawut memberi andil yang lebih besar dalam bencana alam ini.
Wapres Ma’ruf Amin mengakui bahwa banjir bandang dan longsor di berbagai daerah terjadi karena pengelolaan hulu sungai yang buruk. Banyaknya kerusakan ekosistem di hulu sungai dan sepanjang aliran sungai, menyebabkan air menggelontor dengan cepat tanpa ada penahan.