Beragam Aturan Selesaikan Masalah Honorer K2, kok Belum Tuntas Juga?
jpnn.com, JAKARTA - Ketum Aliansi Honorer Nasional (AHN) Edi Kurniadi alias Bhimma mengatakan, masalah tenaga honorer K2 terjadi karena pengaruh penyelenggaraan pilkada yang telah dilakukan selama ini.
Para pejabat daerah yang melakukan perekrutan tenaga honorer. Pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS dijadikan sebagai alat janji dalam kampanye pilkada.
"Dalam PP 48 Tahun 2005 tentang pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS pasal 1 angka 1 tentang kewenangan “pejabat lain” yang tidak dijelaskan sehingga menyebabkan multitafsir," kata Bhimma kepada JPNN.com, Senin (16/9).
Dia melanjutkan, ketentuan tentang pejabat lain membuat seolah siapapun bisa mengangkat seseorang menjadi tenaga honorer. Padahal dalam PP 48 Tahun 2005 pasal 1 angka 2 disebutkan yang berhak mengangkat tenaga honorer hanya Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
PPK adalah pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan PNS di lingkungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu gubernur, bupati, dan walikota.
"Peraturan pemerintah tentang tenaga honorer antara lain, PP 48/2005, menjadi PP 43/2007 dan PP 56/2012 dalam ketiga peraturan pemerintah tersebut kategorisasi tenaga honorer berubah-ubah terutama terkait batas usia tenaga honorer. Hal ini yang menyebabkan jumlah honorer berubah-ubah, dan cenderung terus bertambah," paparnya.
Lebih lanjut dijelaskan, dalam PP 48 Tahun 2005 pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) telah dijelaskan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dilakukan bertahap mulai tahun anggaran 2005 dan paling lambat tuntad 2009.
Dengan prioritas tenaga honorer yang penghasilannya dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan APBD.