Beragam Modus Politik Uang, Paket Sembako hingga Token Listrik, Merusak Demokrasi
“Kalau dulu, bahwa politik uang ini benar-benar memengaruhi sikap publik, siapa yang memberi akan terpilih, ternyata pergerakan ini sudah mulai bergeser. Yaitu ketika orang bisa saja menerima uang atau sesuatu bernilai uang, tetapi tidak otomatis menjadi pemilih,” jelasnya.
Adapun, narasumber webinar ini antara lain Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2022-2027 M. Afifuddin, Kepala Biro Fasilitasi Penanganan Pelanggaran Pemilu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Yusti Erlinayusti, Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ratna Dewi Pettalolo.
Selian itu, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung Amir Yanto, Direktur Analisis dan Pemeriksaan Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Beren Rukur Ginting, Kasubdit II Pembangunan Demokrasi Direktorat Politik Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri Agus Sutrisno, dan Bagian Pengaturan, Riset, dan Pengembangan Grup Penanganan APU PPT Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rifki Arif Budianto.
Dampak Politik Uang
Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, politik uang umumnya dilakukan untuk menarik simpati para pemilih dalam menentukan hak suaranya di Pemilu.
“Tentunya ini akan berimplikasi pada penyelenggaraan pemerintahan yang lahir dalam proses Pemilu,” terangnya.
Anggota KPU 2022-2027 M. Afifuddin menjelaskan, wacana politik uang selalu muncul setiap penyelenggaraan Pemilu dan menjadi musuh utama demokrasi. Hal ini juga menjadi momok bagi pemilih, penyelenggara, dan peserta Pemilu.
Dia menyebut beberapa dampak politik uang dalam Pemilu, seperti pemilih kehilangan kedaulatannya, penyelenggara melanggar prinsip integritas, peserta Pemilu jadi tidak berintegritas, serta Pemilu tidak berjalan secara free and fair election.
“Praktik politik uang ini biasa menjadi kerawanan tersendiri. Menghambat kebebasan dan kerahasiaan pemilih karena didorong oleh semangat finansial dan menjadi situasi yang menakutkan bagi penyelenggaraan Pemilu yang baik,” ujarnya.