Catatan Akhir Tahun dari Kurniasih Mufidayati
Upaya menggerakan kembali ekonomi untuk mengatasi masalah pengangguran dan penurunan pendapatan justru dilakukan dengan cara yang kurang tepat. New Normal digaungkan tanpa melalui kajian yang kuat dan detail serta sosialisasi yang lemah tentang pemahaman yang benar apa itu New Normal.
Akibatnya yang terjadi adalah kebablasan dalam pelaksanaanya dan menyebabkan kasus covid-10 kembali melonjak menjadi tidak terkendali. Tempat-tempat kegiatan ekonomi menjadi klaster-klaster baru penularan Covid-19.
Pemerintah terlalu menitik beratkan pemuluhan ekonomi dengan mengendorkan upaya penvegahan penularan, ditambah masyarakat yang tidak disiplin dan kebablasan, harapan untuk 'Kesehatan Baik Ekonomi Pulih' yang digaungkan menjadi nyaris pupus karena upaya pengendalian ketat kembali harus dilakukan.
Padahal kebijakan kesehatan yang tepat berupa fokus pada upaya pengendalian penularan Covid-19 yang lebih ketat dan terukur menjadi kunci untuk pemulihan ekonomi.
Di tengah upaya yang tertatih-tatih menghadapi pandemi Covid-19 dan keterpurukan ekonomi yang diakibatkan, pemerintah bersama koalisinya di DPR memaksakan untuk membahas dan mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciker). UU yang sejak awal inisiatifnya penuh dengan kontroversi dan diplesetkan menjadi UU Cilaka, dipaksakan untuk terus dibahas meskipun banyak penolakan dari berbagai kalangan terutama serikat pekerja.
Selain model Omnibus Law yang digunakan UU ini untuk diluar kelaziman untuk negara seperti Indonesia, sejak masih berbentuk draft, UU Ciker ini juga banyak menuai protes karena banyaknya kejanggalan.
Subtansi peraturan dinilai tidak menjawab persoalan ketenagakerjaan dan pengangguran di Indonesia. Muatan yang dinilai merugikan pekerja karena mengurangi hak-haknya, dinilai pro investasi asing, membahayakan lingkungan, sampai dengan dianggap mengembalikan ke sentralisasi. Dari sisi pekerja, kalangan serikat pekerja menilai UU Ciker ini dinilai mereduksi hak-hak pekerja.
Proses perencanaan dan penyiapan RUU ini juga dinilai tidak transparan. Publik hanya mendengar isu tentang omnibus law ini tetapi tidak pernah mengetahui konsep muatan maupun naskah akademiknya.