Catatan Akhir Tahun dari Kurniasih Mufidayati
Sejak dibahas pada akhir 2019, berbulan-bulan kemudian drafnya baru dibuka ke publik usai presiden mengirimkan surat disertai naskah akademik dan draf UU pada 7 Februari 2020.
UU ini juga menghidupkan kembali aturan yang sudah dimatikan Mahkamah Konstitusi (MK), dan sebaliknya menurut PSHK menghapuskan lebih dari 400 peraturan yang sudah ada sebelumnya.
Bahkan sempat ada klausul dalam UU ini di mana pemerintah pusat bisa mengubah Undang-Undang di luar wewenang Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) dan tidak wajib mendapat persetujuan DPR, meskipun kemudian pemerintah menghapus klausul tersebut dengan alasan 'salah ketik'.
Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM sendiri menilai RUU Cipta Kerja bukan solusi atas persoalan regulasi yang ada di Indonesia. Banyak pendelegasian wewenang yang terdapat dalam RUU ini tidak mencerminkan simplifilkasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan.
Dalam proses pembahasan sampai pengesahannya, UU Ciker juga dianggap banyak keanehan.
Untuk UU sebesar ini dan banyak menghapus ketentuan di puluhan UU (dengan model Omnibusnya), sejak pengajuan sampai dengan pengesahan hanya memakan waktu tujuh bulan, bahkan di tengah situasi pandemi di mana pertemuan tatap maka sangat dibatasi untuk mencegah penularan Covid-19.
Dengan target untuk mempercepat pengesahan, maka berbagai keganjilan pun muncul menjelang dan setelah RUU ini ditetapkan oleh DPR.
Dengan dalih bahwa sedang dalam kondisi pandemi Covid-19, alih-alih menunda pembahasan, justru memaksakan untuk terus melakukan pembahasan secara tertutup di mana perkembangan hasil-hasil pembahasan juga tidak didistribusikan ke publik.