Cegah Dualisme Kepengurusan Ormas
jpnn.com - JAKARTA - Konflik internal kerap terjadi di tubuh ormas. Seringkali, konflik berimbas pada pengkubuan kepengurusan.
Dalam banyak kasus, bahkan kubu yang "kalah" dalam perseteruan internal lantas hengkang dan membentuk kepengurusan tandingan, dengan nama ormas yang sama. Akibatnya, konflik makin sulit diselesaikan. Nah, bagaimana mencegah agar hal-hal semacam itu tidak terjadi lagi?
Kepala Subdit Ormas Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Ditjen Kesbangpol) Kemendagri, DR.Bahtiar, menjelaskan, di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, sudah mengatur mengenai hal tersebut.
"Pengurus yang berhenti atau yang diberhentikan dari kepengurusan tidak dapat membentuk kepengurusan dan/atau mendirikan Ormas yang sama," terang Bahtiar kepada wartawan di Jakarta, Rabu (16/10).
Kalimat Bahtiar itu merupakan bunyi ketentuan Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2013. Sedang ayat (2) menyatakan, Dalam hal pengurus yang berhenti atau yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membentuk kepengurusan dan/atau mendirikan O rmas yang sama, keberadaan kepengurusan dan/atau Ormas yang sama tersebut tidak diakui oleh Undang-Undang ini.
Dua pasal sebelumnya, yakni pasal 29 dan pasal 30, juga mengatur soal kepengurusan ormas.
Pasal 29 ayat (1), Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan dipilih secara musyawarah dan mufakat.
Ayat (2), Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas: a). 1 (satu) orang ketua atau sebutan lain; b). 1 (satu) orang sekretaris atau sebutan lain; dan c). 1 (satu) or ang bendahara atau sebutan lain.