Condong ke Swasta, Khawatir Listrik Mahal
Rabu, 09 September 2009 – 09:50 WIB
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja BUMN Strategis, Ahmad Daryoko, menilai bahwa UU Ketenagalistrikan yang meliberalkan pengelolaan listrik patut diwaspadai, karena diterapkannya sistem pemisahan atau pemecahan usaha ketenagalistrikan (verticaly unbundling system). "Karena, pemerintah punya wewenang untuk menunjuk pelaku usaha ketenagalistrikan secara berbeda-beda. Praktek ini akan mengakibatkan tidak terjaminnya pasokan listrik bagi seluruh lapisan masyarakat. Buktinya bisa dilihat di Eropa, Amerika Latin, Korea dan Meksiko, yang gagal menerapkan sistem unbundling dalam restrukturisasi tenaga listrik," paparnya.
Ahmad menambahkan, berdasarkan Pasal 3 UU Ketenagalistrikan, penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara dan penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah dan Pemda berlandaskan prinsip otonomi daerah. Artinya, jika Pemda kesulitan dalam mengelola listrik dan akhirnya menggandeng investor lain, maka tarif listrik untuk rakyat bisa menjadi tidak terkontrol. "Masyarakat nanti bisa merasakan tarif dasar listrik yang makin mahal, serta (bisa terjadi) kesenjangan pasokan listrik di luar Jawa dan Bali," tukasnya.
Sementara pengamat Kelistrikan Fabby Tumiwa menilai RUU Ketenagalistrikan yang baru ini tidak jelas masksud dan arah tujuannya."RUU ketenagalistrikan ini tidak jelas maksudnya, tujuannya apa" Memang didalamnya ada desentralisasi dan otonomi daerah, tapi tujuannya untuk apa?' kata Fabby, di Jakarta, kemarin.