Dampak Aturan Baru BPJS: Pasien Turun 40 Persen
Pasien yang dirujuk ke RS akan diobservasi lagi keadaan kesehatannya. Jika kondisi pasien bisa ditangani di RS tipe D, tidak perlu loncat ke tipe di atasnya. Kecuali, jika pasien memang memerlukan tindakan darurat yang layanannya hanya ada di RS tipe tertentu, bisa loncat tipe RS. Asalkan, memang sudah dipastikan kondisi pasiennya segawat apa oleh dokter yang bertugas di fakes pertama.
Aturan ini, Syaifullah menjelaskan, dimaksudkan untuk memaksimalkan layanan kesehatan faskes pertama dan RS tipe D dan tipe C. Selama ini, pasien BPJS selalu membuat rujukan di RS tipe A dan tipe B. Padahal, kondisi pasien bisa tertangani di tipe D dan tipe C yang terdekat dari rumah mereka tinggal.
”Sebenanrya rujukan berjenjang ini cukup mengurangi antrean yang menumpuk di dalam rumah sakit,” tutur Syaifullah lagi.
Sayangnya, menurunnya jumlah antrean pasien di RS berarti menurun pula jumlah pasiennya. Syaifullah mengakui sebelum aturan ini diterapkan, dalam sehari RSSA menampung 2.100 pasien BPJS. Jumlah ini, meliputi pasien rawat jalan dan rawat inap. ”Dari sistem baru ini, ada penurunan hingga 40 persen pasien BPJS per hari,” ujarnya.
Di sisi lain, cukup menimbulkan kebingungan bagi pasien yang masih menggunakan rujukan manual. Mereka terpaksa kembali ke rumah dan membuat rujukan online di faskes pertama terdekat. ”Terutama pasien dari luar kota yang tidak paham aturan baru hanya ada dua pilihan utama,” kata Syaifullah.
Pertama, pulang dengan tangan kosong maupun kedua tetap berada di RS tapi biayanya menggunakan biaya pribadi.
Syaifullah berpendapat, seharusnya ada kelongggaran bagi pasien yang masa rujukan manualnya masih berlaku tiga hingga enam bulan ke depan. Pasien seharusnya diperbolehkan menghabiskan sisa waktu rujukan manualnya. Meski nantinya per 15 September akan ada tindak lanjut (TL) dari BPJS, dia berharap bisa diberi kelonggaran bagi pasien, terutama pasien luar kota untuk memahami teknis baru BPJS.
Sementara di RS Lavalette, aturan ini baru akan diterapkan pada 16 September. Ini disampaikan Person In Charge (PIC) atau penanggung jawab BPJS RS Lavalette dr M. Syamsul Arifin. ”Aturan baru ini bisa menimbulkan komplain jika tidak disosialisasikan dengan baik kepada pasien,” ujarnya.