Ecky Awal Beberkan Alasan Fraksi PKS DPR Menolak Perppu Nomor 1/2020
Ecky menekankan bahwa skema bail-out selalu berpotensi melahirkan skandal penyimpangan kekuasaan keuangan negara atas penanganan krisis yang telah menimbulkan biaya yang besar dan telah mengingatkan publik atas trauma krisis ekonomi 1997-1998. Penyimpangan tersebut telah membebani negara lebih dari Rp 650 triliun ditambah dengan beban bunganya.
Beban berat ini kemudian ditanggung oleh rakyat secara keseluruhan melalui beban pajak dan inflasi yang berkelanjutan.
Menurut Ecky, segelintir kelompok konglomerat menikmati kebijakan yang tidak adil dari fasilitas BLBI dan Obligasi Rekap dan tetap menjadi penguasa modal paska reformasi sampai sekarang. Mereka tetap memiliki privilege menjadi oligarki ekonomi dan modal yang bahkan mempengaruhi lanskap sosial dan politik hari ini.
“Kami menolak skema bail-out dari keuangan negara atas kerugian perusahaan swasta baik bank, lembaga keuagan, atau perusahaan lainnya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ecky mengungkapkan Perppu No. 1 Tahun 2020 memunculkan potensi lahirnya kebijakan penjaminan penuh (blanket guarantee) yang melukai keadilan dan berpotensi memunculkan moral hazard.
Pada Pasal 20 disebutkan bahwa LPS diberikan kewenangan untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan penjaminan simpanan untuk kelompok nasabah dengan mempertimbangkan sumber dana dan/atau peruntukkan simpanan serta besaran nilai yang dijamin bagi kelompok nasabah tersebut yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sementara pada Pasal 22 ayat 1 ditegaskan bahwa untuk mencegah krisis sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional, Pemerintah dapat menyelenggarakan program penjaminan di luar program penjaminan simpanan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang mengenai LPS. Dengan penjaminan penuh (full guarantee) maka seluruh simpanan di perbankan seluruhnya dijamin oleh pemerintah.
“Tentu ini mencederai rasa keadilan rakyat. Selain berpotensi memunculkan moral hazard," pungkasnya.(fri/jpnn)