Eks Kepala BPPN: SKL kepada Sjamsul Nursalim Sesuai Aturan
jpnn.com, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) mengatakan tidak ada usulan untuk menagih utang petambak PT Dipasena Citra Darmaja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM). Hal ini sebagaimana rekomendasi dari LGS, Tim Bantuan Hukum (TBH) dan Komite Pengawas BPPN (OC-BPPN).
Utang tersebut besarannya Rp4,8 triliun, yang ditujukan kepada Sjamsul Nursalim. "Karena utang petambak dalam MSAA-BDNI bukan kewajiban yang harus dibayar atau diselesaikan oleh Sjamsul Nursalim," kata Syafruddin membacakan nota pembelaan (pleidoi) di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (13/9).
Menurut Syafruddin, pemberian SKL kepada Sjamsul sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan atau aturan yang berlaku. Ini sebagaimana hasil audit BPK yang telah diserahkan kepada DPR dan Pemerintah pada 31 Mei 2002.
BPK berpendapat bahwa PKPS BDNI telah closing sejak 25 Mei 1999 karena semua syarat-syarat sudah dipenuhi.
"Setelah mendengarkan masukan-masukan dari TPBH, Sekretariat KKSK, dan masukan dari instansi terkait serta dari Pengawasan BPPN yang meminta KKSK selaku pemerintah wajib mengikuti rekomendasi dan masukan dari audit investigatif BKP tahun 2002," ujarnya.
Selain itu, Syafruddin mengklaim pemberian SKL kepada Sjamsul telah sesuai ketentuan yang berlaku. Bahkan dikuatkan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"SKL itu sudah sesuai ketentuan karena ada audit BPK bahwa Sjamsul telah menyelesaikan kewajibannya," klaimnya.
Syafruddin dituntut 15 tahun penjara denda Rp 1 miliar atau subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menilai Syafruddin dan mantan Menko Perekonomian Dorojatun Kuntjoro Jakti telah mengetahui adanya misrepresentasi utang PT DCD dan WM, namun tak menyoal hal itu saat dimasukan ke dalam perjanjian msaa.