Empon-Empon
Oleh Dhimam Abror DjuraidSampai sekarang kekayaan khazanah peradaban Nusantara itu masih tetap bertahan. Di tengah gempuran budaya global yang melakukan dominasi dan hegemoni dunia, kekayaan tradisi Indonesia masih tetap bertahan dalam tradisi kearifan lokal.
Globalisasi adalah penyeragaman paksa yang dilakukan oleh Barat terhadap dunia. Dahulu di zaman kolonialisme dan imperialisme, Barat menjajah dengan mengirim bedil dan mesiu atau melalui hard power (kekuatan keras militer).
Sekarang, kekuatan Barat menjajah dengan menggunakan soft power dalam bentuk lembaga-lembaga dunia seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Bank Dunia, dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) beserta lembaga-lembaganya.
Semua lembaga-lembaga internasional itu didirikan pasca-Perang Dunia Kedua 1945, sebagai tanda kemenangan Barat atas semua kekuatan dunia. Kekuatan Barat sebagai pemenang perang menjadikan seluruh dunia sebagai pampasan perang yang harus tunduk terhadap aturan Barat.
Globalisasi adalah sebuah keniscayaan. Semua sudut dunia, mau tidak mau, harus terkoneksi satu dengan lainnya. Tidak ada satu pun negara dunia yang bisa hidup terisolasi dari negara lain, kecuali negara pariah seperti Korea Utara.
Akan tetapi, globalisasi sudah diselewengkan menjadi senjata penjajahan baru, melalui dominasi dan hegemoni, yang selalu menguntungkan negara-negara Barat. Rezim ekonomi politik neo-liberalisme global mengharuskan perdagangan dilakukan secara bebas nyaris tanpa perlindungan negara.
Dalam praktiknya, perdagangan bebas itu berlangsung satu arah ’one way traffic’ dari negara kuat menuju negara lemah. Negara-negara ekonomi kuat bisa memasukkan produk apa saja ke negara yang lebih lemah, sementara negara lemah tidak akan leluasa memasukkan produk ke nagara maju karena terkendala berbagai aturan.
Globalisasi seharusnya membuat seluruh dunia menjadi ceper atau datar rata seperti lapangan bola. The World is Flat, seperti kata Thomas Friedman.