Fadli Zon: Jangan Memberikan Cek Kosong pada Aparat Penegak Hukum
Ada banyak persoalan dalam draf Revisi UU Antiterorismejpnn.com, JAKARTA - Maraknya aksi teror belakangan ini telah membuat sejumlah pihak mendesak agar pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme segera diselesaikan. Pengesahan segera revisi UU tersebut dianggap bisa membuat penanganan atas aksi teror bisa makin efektif.
Namun, Wakil Ketua DPR Bidang Koordinator Politik dan Keamanan Fadli Zon menyatakan bahwa DPR melalui panitia khusus (pansus) RUU Antiterorisme, bersikap hati-hati dalam membahas draf revisi yang inisiatifnya diajukan pemerintah tersebut.
"Ada banyak persoalan dalam draf revisi yang diajukan pemerintah, sehingga DPR memilih berhati-hati dalam pembahasannya,” kata Fadli, Rabu (5/7).
Dia mencontohkan, ada usulan perpanjangan masa penahanan dari enam bulan menjadi 510 hari. Nah, ini tidak bisa diloloskan begitu saja. Sebab proses penegakkan hukum atas tindak terorisme juga tak boleh mengabaikan hukum lainnya yang masih berlaku.
Dia menegaskan, jangan sampai penegakkan hukum dilakukan dengan cara melanggar hukum. "Itu prinsip yang ingin kami jaga. Kami tidak berharap tindakan hukum sejenis petrus (penembakan misterius) di masa lalu kini bisa terulang kembali dalam bentuk lain," ungkapnya.
Menurutnya, DPR ingin filosofi penanganan tindak terorisme tidak berangkat dari prinsip pemberantasan teroris, sebagaimana yang sejauh ini menonjol dilihat. Tapi, lebih memperhatikan berbagai aspek secara komprehensif.
"Informasi yang saya terima dari ketua pansus, saat ini pembahasannya sudah cukup maju kok, sudah lebih dari 60 persen dari total 112 DIM (daftar inventaris masalah) yang dibahas di pansus," paparnya.
Fakta bahwa tindak terorisme dianggap sebagai extraordinary crime, jangan sampai membuat menjadi seperti memberikan cek kosong pada aparat penegak hukum.