Fadli Zon: Jangan Memberikan Cek Kosong pada Aparat Penegak Hukum
Ada banyak persoalan dalam draf Revisi UU AntiterorismeDia mengatakan, harus belajar dari kesalahan dalam menangani extraordinary crime lainnya, seperti tindak pidana korupsi. Lembaga atau aparat yang menangani extraordinary crime harus tetap bisa dikontrol dan diawasi.
DPR sangat concern terhadap isu bahwa penanganan tindak terorisme harus memperhatikan dan tetap berada di dalam koridor hukum, tak boleh terus-menerus menggunakan diskresi. "Kita harus taat pada due process of law, itu yang ingin dijaga," tegasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu mengatakan, meski ada desakan dari sejumlah pihak agar RUU Antiterorisme segera disahkan, DPR tak bisa begitu saja mengikutinya. Kalau pembahasannya tergesa-gesa, risikonya bisa banyak sekali nantinya.
Apalagi, secara teknis dalam revisi UU Antiterorisme ini kian banyak pihak yang harus disinergikan, mulai dari Polri, BNPT, BIN, TNI dan juga masyarakat sipil.
"Bagaimana bentuk sinerginya, itu yang sedang diatur. Yang jelas, jangan sampai ada penyalahgunaan wewenang oleh negara atau aparat dengan menggunakan dalih terorisme," ujarnya.
Masukan yang diterima DPR sangat banyak. Sebagai gambaran, untuk definisi terorisme saja, ada 172 rancangan yang masuk usulan pembahasan. Untuk memformulasikan hal ini, tentu membutuhkan perumusan yang matang.
“Jadi, tak ada kaitan belum selesainya pembahasan revisi UU Antiterorisme dengan aksi teror yang marak belakangan ini," tegasnya.
Apalagi, lanjut dia, dengan UU yang masih berlaku aparat sebenarnya juga sudah bisa bekerja. Pembahasan yang sedang berlangsung di parlemen saat ini konteksnya hanya merevisi saja, sehingga bukan merupakan faktor penghambat bagi aparat penegak hukum dalam menangani aksi teror.(boy/jpnn)