Garuda BUMN Paling Bermasalah, Ini Saran DPR untuk Menyelamatkannya
“Kita tahu pemegang SUKUK ini juga banyak yang punya perspektif berbeda. Bisa saja bondholders tidak mau melepas SUKUK dengan diskon karena mereka tahu Garuda akan dibantu Pemerintah RI,” kata anggota legislatif dari dapil Kalimantan Utara tersebut.
Lebih jauh Deddy bilang, pemberian diskon besar atau 60-70 persen dari value awal SUKUK akan diinterpretasikan pasar sebagai gagal bayar. Hal itu akan berefek jangka panjang bagi Garuda di industri, bahkan bisa memicu dampak silang ke BUMN lain, investasi masa depan, obligasi pemerintah, dan tentunya rupiah.
“Garuda juga harus hati-hati dengan siapa yang akan beli SUKUK ini. Apakah perbankan, investor, pihak yang berafiliasi dengan Garuda, atau malah ekuitas pribadi?” ujar Deddy.
“Pemerintah sebagai pemegang saham Garuda harus mengecek secara pasti. Jangan sampai SUKUK terdiskon itu jatuh ke pihak yang justru membuat kondisi Garuda semakin buruk,” sambung politikus PDI Perjuangan tersebut.
Jika pilihannya menunda jatuh tempo SUKUK, Deddy meragukan rencana itu bisa terlaksana. Pasalnya, waktu yang tersedia tidak cukup untuk prosesnya, dan perpanjangan tempo umumnya diikuti kenaikan harga dan adanya jaminan pemerintah.
“Cara ini pun bisa diinterpretasikan pasar bahwa Garuda gagal bayar,” ujar Deddy.
Menurut Deddy, langkah paling tepat untuk mengatasi masa paceklik Garuda adalah dengan membayar SUKUK saat jatuh tempo. Caranya, mencari sumber pembiayaan dari bank dan diutamakan dari bank BUMN.
Jika direksi Garuda masih ragu karena ada potensi mengganggu likuiditas bank, Deddy menyarankan untuk mencari sumber pembiayaan lain. Deddy yakin banyak sumber pembiayaan dari dalam atau luar negeri yang sanggup membantu Garuda tanpa menimbulkan interpretasi gagal bayar dan efek berantai lainnya.