Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Gugat Presidential Threshold ke MK, Rizal Ramli Singgung soal Demokrasi Kriminal

Jumat, 04 September 2020 – 18:08 WIB
Gugat Presidential Threshold ke MK, Rizal Ramli Singgung soal Demokrasi Kriminal - JPNN.COM
Ekonom senior Rizal Ramli bersama Refly Harun memberikan keterangan pers di gedung MK, Jumat (4/9) usai mendaftarkan judicial review tentang ambang batas (threshold) dalam UU Pemilu. Foto : Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) Rizal Ramli mengajukan uji materi atas Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (4/9).

Ketentuan yang dipersoalkan itu mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen. 

Rizal mengajukan uji materi dengan didampingi pakar hukum tata negara Refly Harun dan tokoh nasional Abdur Rachim.

Menurut Rizal, ambang batas pencalonan presiden saat ini terlalu tinggi. Mantan Menko Kemaritiman itu dalam permohonannya meminta MK meniadakan presidential threshold.

"Kami ingin hapuskan (presidential threshold, red) jadi nol, sehingga siapa pun putra atau putri Indonesia yang terbaik bisa jadi bupati, bisa jadi gubernur, bisa jadi presiden," kata Rizal setelah mendaftarkan permohonannya di MK, Jakarta Pusat.

Rizal menambahkan, ambang batas pencalonan presiden membuat demokrasi di Indonesia tak sehat. Menurut dia, ambang batas itu memunculkan demokrasi kriminal.

Ekonom senior itu lantas membeber contoh untuk menguatkan argumennya. Misal, seorang calon bupati harus mengeluarkan dana Rp 30 miliar hingga Rp 50 miliar untuk membayar dukungan dari partai politik.

"Ada yang mau jadi gubernur harus menyewa partai Rp 100 miliar sampai Rp 300 miliar. Presiden tarifnya lebih gila lagi," beber Rizal.

Ekonom senior Rizal Ramli menilai ambang batas pencalonan presiden memunculkan demokrasi kriminal sehingga harus dihapus.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News