Hari Guru Nasional 2019: Simak nih Curhat 2 Pimpinan Honorer K2
Titi pun mengaku berduka melihat ketidakadilan yang dipertontonkan pemerintah. Salah satunya lewat pembiayaan kartu pra-kerja. Lulusan SMA/SMK dan perguruan tinggi diberikan dana pelatihan serta insentif bulanan Rp 500 ribu per orang. Nilai yang cukup besar bagi seorang "pengangguran".
"Saya tidak habis pikir mengapa pemerintah lebih menghargai pengangguran daripada kami. Kami yang mengajar setiap hari malah ditelantarkan dengan alasan tidak ada regulasi. Lah, kenapa untuk pra kerja dibuatkan regulasi," kritiknya.
Kritikan juga disampaikan Nur Baitih. Guru honorer K2 di DKI Jakarta ini memang sudah menerima gaji Rp 3,8 juta per bulan. Namun, setiap tahunnya mereka harus menghadapi serentetan ujian.
Yang lulus tes, bisa tetap bekerja dan menerima gaji Rp 3.8 juta. Sebaliknya, bila tidak lulus haknya dicabut.
"Gaji kami (guru honorer di DKI Jakarta, red) memang lebih tinggi dibandingkan daerah lain tetapi kami tiap tahun selalu waswas," ujar Nur yang juga Korwil PHK2I DKI Jakarta.
Baik Titi maupun Nur berharap, ada kebijakan pemerintah yang memihak kepada guru. Guru bukan hanya PNS. Masih banyak guru honorer yang hidupnya jauh di bawah sejahtera.
"Jangan ingat kami di Hari Guru saja. Ingatlah kami setiap waktu. Pemerintah selalu menuntut guru harus berkompetensi tinggi sementara ruang pelatihan bagi kami dibatasi. Guru dituntut fokus mengajar, sementara kesejahteraan kami tidak dipikirkan pemerintah," seru Titi.
Dia berharap, pemerintah tidak sekadar beretorika menciptakan SDM unggul. Sebab, sampai saat ini guru yang menjadi kunci dari pendidikan di Indonesia malah dikesampingkan. (esy/jpnn)