Hari Juang Kartika, Rahmat: Jangan Lupakan Sejarah
Mereka diperkuat dengan brigade artileri dan bantuan belasan pesawat terbang serta kapal penyerang HMS Sussex.
"Tapi kala itu Indonesia tak gentar. Tiga batalyon dari Resimen Kedu, enam dari Purwokerto, tujuh dari Jogjakarta, satu resimen gabungan dari Solo, dan empat Balalyon Divisi Salatiga diturunkan," cerita pria yang hobi mengoleksi lukisan itu.
Kekuatan ditambah dengan laskar rakyat yang semakin menambah daya gedor pasukan Indonesia. Pada 11 Desember 1945, Panglima Besar Jenderal Sudirman yang kala itu masih berpangkat Kolonel mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar.
"Kehadiran Jenderal Besar Sudirman ke Ambarawa (selain Sudirman, Haji Muhamad Soeharto juga Jenderal Besar bintang lima) bertujuan membangkitkan semangat TKR dan rakyat setelah gugurnya Letkol Isdiman pada pertempuran sebelumnya," tuturnya.
Pasukan TKR, lanjutnya, bertempur habis-habisan melawan tentara Sekutu yang diperkuat pasukan Gurkha. Kolonel Sudirman memerintahkan TKR untuk secepat mungkin mengusir Sekutu bersama Belanda keluar dari Ambarawa.
Pada 12 Desember 1945 sekitar pukul 04.00, pertempuran di Ambarawa berkobar. Serangan dilakukan serentak dan mendadak dari semua sektor secara berlapis.
"Taktik ini disebut oleh Sudirman sebagai taktik Supit Urang atau taktik mengunci atau mengurung lawan. Akibat serangan ini, pasukan Sekutu benar-benar terkunci lantaran suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya di Semarang putus sama sekali," ungkapnya lagi.
Ungaran dibombardir oleh pesawat Sekutu agar bisa membuka jalan bagi pasukannya agar bergerak bebas ke berbagai penjuru. Bahkan, serangan udara diperluas sampai Solo dan Jogjakarta.