Hari Kemerdekaan, WNI di Korsel Curhat soal Perceraian hingga Pelanggaran HAM
Beberapa pekerja migran Indonesia di sektor perikanan yang diwawancarai di Pulau Jeju (sekitar 450 km sebelah selatan Seoul), mengaku paspor dan kartu identitas mereka ditahan oleh pemberi kerja. Padahal, dokumen-dokumen tersebut dibutuhkan saat mereka hendak berlibur atau berpergian ke luar pulau.
"Selama hampir dua tahun di sini, saya tidak pernah bisa mengunjungi daratan utama Semenanjung Korea. Padahal itu kan hak kami," kata seorang pekerja migran Indonesia di Jeju, salah satu pulau paling selatan di Korea Selatan yang luasnya lima kali lebih kecil dari Bali.
Sementara itu, pelaku pernikahan lintas negara (mixed marriage) juga menanggung berbagai persoalan. Pernikahan lintas negara mulai menjamur di Korea Selatan sejak tahun 1990an saat laki-laki di negara tersebut, terutama di daerah pedesaan, kesulitan mencari pasangan dari dalam negeri.
Akibatnya, tingkat kesuburan atau fertilitas menurun tajam sehingga menjadikan Korea Selatan sebagai salah satu negara dengan penduduk manula terbanyak di dunia.
Menghadapi masalah tersebut, pemerintah Korea Selatan kemudian menggalakkan pernikahan lintas negara, di antaranya dengan melegalkan agen pencari istri. Banyak perempuan dari Vietnam dan Tiongkok yang didatangkan ke negara ini khusus untuk menjadi istri dan melanjutkan keturunan.
Data dari lembaga statistik pemerintah menyebutkan sembilan persen dari seluruh pernikahan di Korea Selatan adalah pernikahan lintas negara dan beberapa di antaranya melibatkan warga negara Indonesia.
Persoalan perbedaan budaya membuat para perempuan itu kesulitan untuk menyesuaikan diri di negara baru. Akibatnya, tingkat perceraian tinggi di antara para pelaku pernikahan lintas negara dengan prosentase mencapai 10 persen. Selain itu, anak-anak mereka juga dilaporkan sering menghadapi diskriminasi rasial di negara yang terkenal sangat homogen ini. (ant/dil/jpnn)