Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Hikayat Cengkeh

Jumat, 30 Oktober 2015 – 15:30 WIB
Hikayat Cengkeh - JPNN.COM
Haji Agus Salim bersama orang Eropa. Foto: Repro Wenri Wanhar/JPNN.com.

Dan di tanah koloninya, bangsa Eropa mulai melirik tumbuhan yang tumbuh di pulau Sumatera dan Jawa. Tembakau, lada, kopi, teh, jati dan lain sebagainya. 

Rokok Kretek

Apa kabar cengkeh? Puthut EA, penulis buku Ekspedisi Cengkeh menceritakan, cengkeh punya harga lagi gara-gara Hadji Djamhari dari Kudus, Jawa Tengah. 

Hadji Djamhari menderita sakit asma. Suatu hari pada 1880-an, dia coba-coba mencampur cengkeh ke lintingan tembakaunya. Dan ternyata asmanya pulih. Cerita ini beredar dari mulut ke mulut sehingga mulai banyak yang melakukannya juga. 

"Nah, karena ada suara kretek-kretek saat cengkeh terbakar bersama tembakau, maka disebutlah itu rokok kretek," kata Puthut, saat jadi pembicara di perhelatan Jalur Rempah, di Museum Nasional, Jakarta, pekan lalu. 

Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya juga menyinggung sedikit kisah Hadji Djamhari. Menurut dia, cerita berdasarkan tradisi lisan itu menyebut Hadji Djamhari atau Djamasri, sang penemu rokok kretek meninggal kira-kira tahun 1890. 

Mark Hanusz dalam Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes juga mencatat bahwa kata kretek berasal dari gemeretak cengkeh yang timbul ketika rokok dibakar. 

"Apa yang dimulai Djamhari ini diteruskan oleh Nitisemito. Ia mengubah industri rumah tersebut menjadi produksi massal melalui dua cara; menciptakan merknya sendiri yaitu Bal Tiga dan membangun citra merk tersebut."

PESONA cengkeh yang harganya pernah lebih mahal dari emas, karam setelah orang Barat menemukan mesin pendingin; kulkas. Lalu…dimulailah sejarah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News