HJE Naik, Serikat Pekerja Desak Pemerintah Lindungi Buruh Industri Hasil Tembakau
FSP RTMM-SPSI juga menyayangkan Pengaturan kawasan tanpa rokok (KTR) oleh 340 Pemerintah Daerah yang dinilai tidak tepat karena tidak mengacu pada ketentuan yang tertuang dalam PP 109 dan cenderung mendiskreditkan produk rokok yang adalah produk legal. Meski sebenarnya, hasil pungutan cukai dan pajak atas produk rokok sesungguhnya telah berkontribusi besar terhadap daerah dan negara.
Terkait penetapan cukai baru (ekstensifikasi cukai) pada produk plastik dan minuman berpemanis serta emisi CO2, FSP RTMM-SPSI menegaskan penolakannya. Organisasi meyakini penetapan kebijakan baru hendaknya mempertimbangkan hasil studi yang mendalam, sasaran yang hendak dicapai dan akibat-akibat yang ditimbulkan. Tidak semata-mata memberlakukan adanya penetapan cukai seperti IHT.
“Contohnya pada plastik, kami berharap Pemerintah tidak membebani industri atas perilaku masyarakat yang tidak tertib dalam pengelolaan. Sejauh ini produk plastik digunakan untuk melindungi higienitas produk makanan minuman. Bila produk plastik diganti, Pemerintah belum menyiapkan substitusinya. Begitupun untuk minuman berpemanis. Upaya menekan angka diabetes mestinya dapat dilakukan dengan cara yang bijak,” ucapnya.
Melalui diskusi ini FSP RTMM-SPSI bersama mitranya berharap dapat menggugah Pemerintah akan perlunya menjaga kelangsungan IHT dan Industri makanan dan minuman yang merupakan ladang penghidupan jutaan masyarakat Indonesia. Sudarto menekankan bahwa pihaknya sangat mendukung Pemerintah dalam menegakan regulasi. Namun ia berharap regulasi yang dibuat Pemerintah hendaknya juga mempertimbangkan kepentingan semua pihak, terutama tenaga kerja.
Sebagai bagian dari negara ini, para pekerja, anggota FSP RTMM-SPSI berhak untuk memperoleh penghidupan yang layak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. (dil/jpnn)