Impor Garam Masih Marak, Begini Respons Andi Akmal DPR
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin meminta pemerintah untuk memberikan perhatian kepada petani garam yang mulai mengeluh karena garam hasil produksinya tidak terserap.
Menurut Akmal, banyak yang harus diperbaiki di lapangan terkait garam ini mulai tidak terserapnya garam rakyat hingga garam impor yang seharusnya untuk industri tetapi diperdagangkan untuk konsumsi.
"Meski pemerintah belum mengizinkan impor, tetapi di lapangan sudah tampak jelas, bahwa garam impor marak. Pemusnahan 2,5 ton garam himalaya tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) ini baru yang kelihatan, yang tidak kelihatan lebih banyak," ujar Akmal kepada wartawan, Selasa (4/8/2020).
Akmal sangat menyesalkan kini di Jawa Timur masih ada stok garam ratusan ton, tetapi aktivitas impor masih jalan. Bahkan 400 ton garam rakyat di satu provinsi yang belum terserap mesti mendapat perhatian dan solusi dari pemerintah baik pusat maupun daerah.
Legislator PKS ini mengkritisi bahwa tidak terserapnya garam rakyat itu disebabkan stok impor garam masih banyak. Padahal pemerintah belum pernah menerbitkan izin impor garam tertentu yang marak di pasar dan sebagian telah dimusnahkan. Salah satunya garam himalaya untuk konsumsi.
Akmal yang mengaku berada di Komisi IV DPR dari sejak 5 tahun lalu, selalu mengingatkan kepada pemerintah untuk membangun sistem produksi garam yang berkualitas. Bahan baku yang melimpah di Indonesia merupakan potensi besar untuk mengembangkan garam dengan kualitas industri maupun konsumsi.
Saat ini, para pengusaha makanan minuman (mamin) memilih membeli garam impor karena kualitasnya lebih bagus dan harganya lebih murah.
Politikus asal Sulawesi Selatan II ini merujuk neraca garam nasional, bahwa kebutuhan garam nasional tahun 2019 sekitar 4,2 juta ton. Jumlah tersebut terdiri atas kebutuhan industri sebesar 3,5 juta ton, konsumsi rumah tangga 320.000 ton, komersial 350.000 ton, serta peternakan dan perkebunan 30.000 ton.