Inilah 10 Kepala Daerah Pemenang Anugerah Kebudayaan PWI, Apa Rahasianya?
Presentasi secara luring dengan prokes ketat, berlangsung di Kantor PWI Pusat Lantai 4 Gedung Pers Jakarta, Kamis (16/12).
Sehari sebelumnya para bupati dan wali kota tersebut bersilaturahmi dengan Pengurus PWI Pusat, Dewan Pers, dan tokoh-tokoh pers, Panitia HPN, dan Pelaksana AK-PWI.
Tim Juri yang diketuai Agus Dermawan T, dengan anggota Ninok Leksono, Nungki Kusumastuti, Atal S.Depari, dan Yusuf Susilo Hartono (sekaligus Ketua Pelaksana AK-PWI) pun akhirnya menetapkan sepuluh kepala daerah sebagai penerima penghargaan.
Kearifan Lokal
Untuk memenangi perang melawan Covid-19 sekaligus dan beradaptasi dengan perilaku baru, para bupati dan wali kota menggunakan kearifan lokal, di luar cara-cara formal yang telah ditetapkan pemerintah pusat (cuci tangan, pakai masker, jaga jarak).
Wali Kota Padang Panjang Fadly Amram, misalnya, menjadikan rumah gadang tidak hanya rumah tinggal satu kaum, tetapi juga berfungsi sosial.
Dalam hal ini digunakan untuk tempat isolasi mandiri warga kaum adat yang merasa ragu dan malu menjalani isolasi di rumah sakit. Di rumah gadang mereka merasa di rumah sendiri.
Sementara itu, Wali Kota Bengkulu Helmi Hassan mengaktualisasikan kembali tradisi belenguk (berkumpul berkerumun) gaya baru dengan berbagai terobosan aplikasi mutakhir, salah satunya SLAWE (Sistem Layanan Administrasi Warga Elektronik) untuk urusan kependudukan.
Bupati Sumbawa Barat Musyafirin dengan pemberdayaan nilai tradisi Siru' (gotong royong) yang diimplementasikan melalui instrumen Pariri, dalam bidang sosial, ekonomi, kesehatan, dan lain-lain.