Inilah 10 Kepala Daerah Pemenang Anugerah Kebudayaan PWI, Apa Rahasianya?
Bupati Buton La Bakri menjalankan "lockdown" poago, yang merupakan tradisi tua untuk mengatasi pandemi, dengan melibatkan para pemangku adat.
Di samping itu tentu saja tetap mengikuti prokes formal. Poago menjadi bukti, bahwa nenek moyang Buton mempunyai metode untuk menjaga kesehatan warga dan menangkal wabah.
Bupati Lamandau Hendra Lesmana bersama warganya selain berupaya secara medis, mereka kembali menengok tradisi, menjalankan Babantan Laman/Tula Bala/Balalayah, berupa ritual adat Dayak Tumon, dengan kepercayaan Kaharingan.
Tradisi tersebut "disesuaikan" dengan keragaman kepercayaan yang ada, sehingga bisa diikuti seluruh warga meski beda kepercayaan/agama dengan bahagia. Berangsur-angsur pandemi teratasi.
Terobosan Kebudayaan
Di samping menjaga keseimbangan kesehatan dan ekonomi, para bupati dan wali kota terus berusaha mewujudkan kerja-kerja kebudayaan dan penggunaan teknologi informasi.
Bupati Magetan Suprawoto yang mempunyai visi misi menjadikan kabupaten literasi, misalnya, menggenjot berbagai program literasi, seperti penulisan sejarah desa, sejarah sekolah.
Memfasilitasi motor penggerak kelompok penulis yang telah menerbitkan ratusan judul buku. Menggelar apresiasi melalui program purnama sastra dengan membaca puisi (jawa), cerita pendek, mendongeng, bedah buku.
Di tengah kesibukan melayani rakyat, Suprawoto sendiri terus menulis untuk majalah, koran, juga membuat buku. Boleh jadi ia "bupati penulis" yang paling produktif saat ini.
Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, dengan tagline "Megilan" berusaha merekonstruksi kejayaan Lamongan, sebagai pusat peradaban Raja Airlangga, melalui pengukuhan 1.000 tahun prasasti Cane.
Adanya situs Makam Nyai Andongsari dan temuan sebuah situs Punden Berundak Sitinggil yang diyakini bahwa Gajah Mada lahir di Lamongan.