Jokowi Mau Hapus Subsidi Pupuk, Petani Resah
jpnn.com - JAKARTA - Pernyataan Sekretaris Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Aviliani, yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menghapus subsidi pupuk membuat petani resah. Anggota komisi VI DPR, Khilmi menyatakan omongan tersebut tidak seharusnya keluar meskipun masih sebatas wacana pemerintahan Jokowi.
"Penghapusan subsidi itu kan gak boleh diwacanakan dulu, nanti terjadi penimbunan pupuk, disangka mau naik harganya karena tidak disubsidi. Ini menimbulkan keresahan dikKalangan petani. Saya banyak dapat telpon petani dari Lamongan," kata Khilmi saat ditemui di gedung DPR, Rabu (7/1/2015).
Politikus Gerindra ini menyebutkan bahwa sekarang ini petani nasional membutuhkan pupuk subsidi sekitar 9 juta ton, namun yang baru dipenuhi pemerintah baru 7 juta ton. Inilah yang harusnya dipenuhi pemerintahan Jokowi.
Khilmi memandang kalaupun kebijakan menghapus subsidi pupuk mau diambil, pemerintah tidak boleh terburu-buru karena akan berdampak besar bagi petani. Padahal dari sisi implementasi, sistem penyaluran pupuk subsidi selama ini menurutnya sudah bagus.
"Penyaluran pupuk subsidi jalannya sudah bagus. Setelah distributor/pengecer menyerahkan pupuk ke petani, itu harus ada verifikasi. Kalau verifikasi tidak ada itu departemen pertanian tidak mau membayar subsidi itu. Nah, harus dilakukan Jokowi adalah memenuhi kebutuhan subsidi pupuk 9 juta ton," katanya.
Legislator asal Dapil Jatim X ini tidak menepis adanya kelemahan dari segi pengawasan penyaluran pupuk subsidi. Maka disinilah menurut dia aparat penegak hukum menujukkan perannya dengan melakukan penegakan hukum secara tegas.
"Perlu diperhatikan penegak hukum, kalau ada yang salah, tangkap, kasih sanksi hukum pada orang-orang yang melakukan itu (penggelepan pupuk subsidi)," sebutnya.
Dia menilai penyimpangan pupuk subsidi seharusnya mudah terdeteksi karena penyalurannya sudah tersistem. Misalnya sebuah desa yang kebutuhan pupuk subsidinya 300 ton, jumlah yang masuk ke depa itu harus pas, tidak boleh kurang atau lebih. Tapi saat ini terjadi kekurangan karena kebutuhan subsidi nasional belum dipenuhi pemerintah.