Kabar Penundaan Cicilan Kredit Bikin Heboh, OJK Harus Bertanggung Jawab
Bila dipelajari secara detail, kebijakan penangguhan pembayaran angsuran dan cicilan ini sangat sulit dilaksanakan tanpa aturan ikutan yang lain. Karena pihak perbankan, maupun lembaga pembiayaan hanyalah lembaga intermediary (lembaga perantara).
Sumber dana bagi perbankan dan lembaga pembiayaan untuk memberikan kredit berasal juga dari dana masyarakat yang punya tabungan dan deposito di perbankan.
"Artinya, jika semua debitur tidak mau membayar cicilan padahal sebagian besar mampu membayarnya, maka yang akan terjadi justru kerugian besar di sektor perbankan dan lembaga pembiayaan. Hal ini dikarenakan perbankan harus tetap membayar bunga kepada penabung (deposan) tapi bank tidak menerima pendapatan dari debitur," tutur wakil ketua Fraksi Gerindra DPR ini.
Diketahui bahwa kebijakan yang disampaikan langsung melalui pidato presiden sebagai bagian dari insentif ekonomi untuk UKM, terkait dengan penangguhan angsuran cicilan selama 1 tahun itu menyangkut 3 komponen, cicilan atas pokok, bunga dan denda.
"Ini masalah yang rumit lagi, sebagai aturan harus jelas mana yang ditangguhkan. Risiko industrinya juga harus diatur termasuk masalah pencadangan atas NPL dan NPF," tegas politikus kelahiran Sukabumi ini.
Seharusnya, kata dia, kategori sektor mana saja yang dianggap terkena dampak covid19 harus dijelaskan secara detail. Jangan sampai aturan itu dimanfaatkan oleh debitur yang sebelum ada covid-19 kreditnya sudah bermasalah tetapi memanfaatkan fasilitas ini.
Keadaan diperparah dengan ketentuan-ketentuan di dalam POJK yang terlalu simplisitis sehingga memberi kelonggaran kepada perbankan untuk menafsirkan sendiri POJK tersebut.
Hal itu dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi : "Bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran coronavirus disease 2019 (COVID-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah".