Kapal Tiongkok Berseliweran Lagi di Natuna
“Dalam hak berdaulat dalam kasus ini, adalah Zona Ekonomi Ekslusif, itu yang diperlukan adalah penegakan hukum,” tutur dia.
Terpisah, pakar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana memprediksi, permasalahan ini tak akan selesai cepat karena Tiongkok dan Indonesia memiliki klaim sendiri-sendiri. Indonesia tak mau mengakui klaim Tiongkok. Demikian sebaliknya.
Karena itu, Hikmahanto menyebut, tak mungkin ada pembicaraan antara Indonesia dan Tiongkok terkait masalah ini. “Mereka enggak mau mundur sejengkal pun dari klaimnya kan,” ujar Hikmahanto.
Atas hal itu, dia menyarankan, pemerintah sebaiknya melakukan backdoor diplomacy atau diplomasi pintu belakang. Harus ada seorang tokoh dari Indonesia berbicara dengan tokoh Tiongkok untuk membahas masalah ini.
“Menyampaikan jangan sampai masalah kaya begini itu memunculkan sentimen anti-Tiongkok di Indonesia, padahal mereka punya kepentingan yang besar di Indonesia,” ujarnya.
Ia menyatakan, Tiongkok yang akan rugi jika terjadi sentimen anti-Tiongkok dan pemerintah Indonesia tak bisa mengendalikan. Menurutnya, investasi negara pimpinan Xi Jinping tersebut bakal terganggu.
“Sehingga mereka tidak seperti layangan diulur, ditarik lagi. Nanti sudah mundur kapal-kapalnya, nanti sudah mulai tenang di Indonesia didatengin lagi. Jangan. Jadi, itu yang harus mereka pahami,” tuturnya.
Hikmahanto menyebut, kerja sama dengan Tiongkok di perairan Natuna juga tak mungkin dilakukan karena ada perbedaan pendapat terkait wilayah tersebut. "Salah satu solusi buat kita ialah perbanyak nelayan-nelayan Indonesia di sana untuk mengeksploitasi sumber daya alam. Ini kan masalah sumber daya alam,” tandasnya. (okt/rmco)