Kejagung Tahan Eks Dirut Bank DKI
Ditemui di tempat yang sama, pengacara Winny, Masyhudi Ridwan menyatakan bahwa penahanan yang dilakukan tim penyidik adalah tindakan berlebihan dan sewenang-wenang. Selama ini, menurutnya, Winny selalu bersikap kooperatif dan mematuhi semua ketentuan.
"Saya memastikan Winny tidak melarikan diri, tidak akan merusak atau menghilangkan barang bukti dan melakukan pidana korupsi dan tindakan pidana lainnya," katanya.
Ditegaskan, alasan penyidik menahan Winny juga tidak mendasar dan sesuai prinsip hukum. "Ibu (Winny) adalah seorang wanita yang sudah lanjut usia dan akhir-akhir ini sering sakit-sakitan," tegasnya.
Ia pun memastikan tuduhan penyidik terhadap Winny atas dugaan korupsi tersebut adalah salah alamat. Pasalnya, tidak ditemukan unsur korupsi adalam persetujuan pembiayaan kredit investasi sebesar USD 9.400.000 kepada PT Bank DKI Group Syariah untuk pengadaan pesawat tersebut.
"Jadi, tidak memenuhi unsur yang disangkakan yakni, melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999," terangnya.
Informasi dikumpulkan, kasus ini berawal dari pengajuan kredit oleh PT Energy Spectrum (ES) kepada Bank DKI Syariah (anak perusahaan Bank DKI) sebesar USD 9,4 juta untuk pembelian pesawat udara jenis Air Craft ATR 42-500 dari Phoenix Lease Pte. Ltd Singapura, 2007.
Saat itu, Winny memberikan persetujuan. Hanya saja, Athouf Ibnu Tama dalam presentasi dan laporan kunjungan ke PT ES tidak diterangkan apa adanya, tapi dikarang agar PT ES memenuhi syarat untuk mendapatkan kredit. Tersangka pun menyetujui kredit itu dengan catatan-catatan, agar proses kredit mengacu kepada prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) dan diminta untuk ditaati dan dilaksanakan.
Faktanya, semua itu tidak dilaksanakan oleh manajemen Bank DKI Syariah dan akibatnya terjadi total loss, karena pesawat itu tidak dapat dioperasionalkan setelah kerjasama sewa dengan Conoco gagal. Padahal, PT ES tadi berharap dengan kerjasama pengopersian pesawat oleh Conoco bisa mencicil pinjaman dari sewa oleh Conoco.