Keluarga Besar Purna Adhyaksa: Jaksa Agung Sebaiknya dari Internal Kejaksaan
"Itu yang selama ini menjadi salah satu kendala di Kejaksaan. Oleh karena itu mengapa seorang jaksa itu harus pindah-pindah tugas ya agar tidak terlibat konflik kepentingan dengan teman sendiri, apalagi soal konflik politik,” tuturnya.
Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejagung Barman Zahir menambahkan seorang Jaksa Agung setidaknya memiliki enam tugas yakni pembinaan, intelijen, pidana umum, pidana khusus, pengawasan, dan datun (perdata dan tata usaha negara).
“Apakah bisa orang luar sebagai Jaksa Agung? Belajar satu tahun belum tentu bisa. Dan menjadi Jaksa Agung itu bukan saatnya untuk belajar anatomi Kejaksaan, it's too late (sudah terlambat). Yang tahu anatomi Kejaksaan hanya orang Kejaksaan sendiri, tidak bisa orang lain. Pemilihan personel di Kejaksaan itu tidak bisa asbun (asal bunyi), tapi tidak tahu permasalahan," tuturnya.
Barman mengatakan bahwa di internal Kejaksaan banyak pejabat yang memiliki potensi baik sebagai Jaksa Agung.
“Kami tak akan menyebut nama, banyak. Pokoknya yang sudah eselon 1, jujur, berintegritas tinggi, tidak macam-macam. Sebagai mantan humas saya tahu," katanya.
Tokoh Nonparpol
Praktisi Hukum Petrus Selestinus mengatakan posisi Jaksa Agung memiliki peran yang sangat besar terhadap penegakan hukum di Indonesia. Jaksa Agung harus menjadi representasi negara dalam menjalankan tugasnya dan tidak bisa diintervensi dari pihak manapun. Termasuk dari partai politik (parpol). Karena itu, Jaksa Agung sebaiknya berasal dari luar parpol agar tidak ada kepentingan parpol dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Petrus Selestinus, selama ini Jaksa Agung dari periode ke periode lebih fokus pada kerja-kerja teknis soal penuntutan, penyidikan dalam berbagai kasus hukum. Padahal, seharusnya Jaksa Agung lebih fokus menjalankan tugas-tugas besar penegakan hukum.