Kematian Sopir Angkot Picu Kerusuhan SARA, Sangat Mencekam
jpnn.com, KANDY - Ketakutan menyelimuti Fathima Rizka. Penduduk Kandy, Sri Lanka tersebut tak bisa tidur semalaman. Dia begitu khawatir saat para pria di keluarganya pergi ke luar rumah pada Kamis malam (8/3) itu. Mereka bersiap, berjaga-jaga jika diserang.
Berita simpang siur bahwa kelompok Buddha Sinhala akan kembali datang membuat mereka tak bisa berdiam diri dan tidur dengan tenang.
”Polisi tidak melindungi kami. Mereka hanya melihat saat serangan-serangan kian sering dilakukan. Kami tak tahu lagi apa yang bakal terjadi nanti,” terang perempuan 25 tahun itu seperti dilansir Al Jazeera.
Situasi di distrik yang menjadi jujukan turis itu memang mencekam sejak kematian seorang warga Buddha Sinhala pada Minggu (4/3) di Kota Digana, Distrik Kandy. Beberapa hari sebelumnya, pengemudi truk tersebut berkelahi dengan orang muslim.
Antisipasi Serangan, Salat Jumat Dibagi Dua Shift
Karena tak terima, massa dari umat Buddha Sinhala langsung menyerang properti muslim keesokan harinya. Selasa pagi (6/3) status darurat nasional akhirnya diberlakukan agar kericuhan tak meluas.
Sri Lanka pernah memiliki sejarah kelam konflik komunal antara warga Sinhala dan Tamil. Hampir seluruh penduduk Sinhala merupakan umat Buddha, sedangkan Tamil terdiri atas penganut Hindu, muslim, dan umat kristiani.
Bentrok dimulai pada 1983 dan baru berakhir pada 2009. Saat itu sekitar 100 ribu orang dari kedua pihak tewas. Pemerintah Sri Lanka tak mau kejadian tersebut terulang.