Kepala Suku Polahi Tak Bisa Baca tapi Hafal Lebih dari 200 Nomor Kontak Ponsel
Kamis malam (20/7) itu sepuluh warga Polahi berkumpul di rumah Babuta. Mereka menonton penyanyi membawakan lagu berbahasa Gorontalo dengan suara kencang dari sound system tambahan. Selanjutnya, film laga Penjaga Gunung Bromo yang berbahasa Indonesia diputar.
Soal asal usul Polahi, Babuta menyerahkan penjelasan itu kepada Mama Tanio. Perempuan yang ditaksir berusia 50-an tahun tersebut hanya tahu cerita sampai pada kakek-neneknya yang dipanggil Abuna dan Abida.
Mereka punya satu anak bernama Madi dan mengadopsi anak lain bernama Dula dan Amiyah. Setelah itu, mereka punya empat anak lain bernama Teno, Utaya, Muhide, dan Entolo’i.
Praktik inses pun sudah terjadi sejak saat itu. Saat berusia dewasa, Amiyah dinikahi Abuna dan punya enam anak: Atiyah, Alima, Yeni, Naji, Maliya, dan Unani. Lantas, Atiyah menikahi saudara tirinya, Madi, dan mereka punya 12 anak.
Karena suatu hal, Madi dan anak-anaknya berpisah ke daerah Mohiyolo yang masih dalam kawasan Gunung Boliyohuto.
”Pernah ketemu mereka, tapi sudah lama sekali. Masih pakai pedito (sejenis cawat dari daun Tumbito, Red),” kata Mama Tanio.
Teno lantas menikahi saudaranya sendiri, Dula, dan punya sepuluh anak. Di antaranya, Hasima, Baba Manio, Mama Tanio, Bakiki Mani, dan Loonunga. Dia pun mengakui menikah dengan Baba Manio yang telah menikahi Hasima.
Mama Tanio, seperti juga warga Polahi lain, tak mempermasalahkan poligami dan inses itu. Yang jadi masalah, saat Baba Manio kawin dengan Loonunga.