Ketika 'Surga' Diserang
GLEN: Jalan Legian itu satu arah. Jadi kendaraan darurat tidak bisa masuk ke sana. Satu-satunya cara untuk menolong korban adalah dengan mendudukan mereka di motor orang yang mau menolong.
ERIK: Saya menarik siapa pun yang saya bisa di depan saya untuk menolong mereka. Tidak tahu apakah itu laki-laki, perempuan, anak-anak, siapa pun. Saya tidak peduli mereka siapa, saya hanya melihat manusia yang butuh pertolongan. Dan saya melakukan apa yang saya bisa.
ANDREW: [Saya] diletakkan di seng dan empat orang menggotong saya di gang Poppies. Di perjalanan saya pernah bilang 'Saya butuh torniket, darah saya tidak berhenti.' Dan mereka memberikannya ... saya melihat kaki saya. Saya menyadari parahnya kondisi kaki saya dan tahu ini masalah besar.
Keluarga saya Katolik dan saya mulai berdoa. Mengucapkan doa untuk saya sendiri. Lalu ada perempuan yang mencatat identitas saya dan saya berkata 'Saya benar, kita bisa menolong orang lain.' Saya pikir saya akan meninggal saat itu.
THIOLINA: Tiba-tiba, saya merasakan sebuah tangan yang sangat besar mengeluarkan saya dari mobil. Saya tidak tahu bagaimana saya dikeluarkan, entah melalui pintu atau jendela. Tangan itu mengeluarkan dan membaringkan saya.
Saya tidak bisa melihat apa-apa, jadi saya cuma bisa meraba dengan tangan saya. Saya merasa ada di trotoar. Lalu, menurut orang-orang, saya lari dari lokasi kebakaran dan terus meminta tolong.
DECI: Ada seorang perempuan yang menolong saya, memanggil saya supaya dipanggilkan ambulans. Dia mendudukan saya, memberi air. Ia lalu mencarikan saya kendaraan untuk mengangkut ke rumah sakit.
THIOLINA: Tiba-tiba, saya bertemu seseorang yang menuntun saya ke mobilnya, saya tidak tahu ia siapa tapi ia menyuruh saya masuk mobil ... Ia menanyakan nama saya dalam bahasa Inggris. Saya memberikan padanya nomor ibu saya. Ibu saya tidak percaya saya di sana malam itu. Lalu pria ini membawa saya ke rumah sakit di Kuta.