Kisah 2 Sahabat Usai Nonton Timnas U-19, Naik Lion Air JT610
Sepatu itu diyakini Epi milik M. Rafi Andrian, 24, putra pertamanya. Rafi yang menggemari sepak bola itu ke Jakarta untuk menonton pertandingan Indonesia U-19 melawan Jepang U-19 pada Minggu lalu (28/10). ”Anakku ya Allah,” kata dia dengan suara parau.
Bagi para anggota keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP, puing-puing di dermaga JICT itu, di satu sisi, tak ubahnya ladang kedukaan. Personifikasi dari orang-orang tercinta yang hingga kemarin belum ditemukan.
Tapi, di sisi lain, hanya lewat barang-barang itu, setidaknya untuk saat ini, yang bisa mengoneksikan mereka dengan anak, ayah, ibu, kakak, atau adik yang jadi korban. Semacam penghiburan bagi mereka yang kehilangan orang-orang tercinta, seperti disinggung sastrawan Turki Orhan Pamuk dalam novelnya, The Museum of Innocence.
Epi, misalnya, bertutur panjang tentang sang putra lewat perantara sepatu hitam tersebut. Bagaimana Rafi selalu menyempatkan menonton langsung di stadion tiap kali tim nasional Indonesia bertanding.
”Klub kegemarannya Real Madrid dan MU (Manchester United),” kata Epi.
Rafi, tutur Epi, berangkat Sabtu (27/10) dari Pangkalpinang bersama dengan sahabatnya, Rian Riandi. Mereka yang sama-sama bekerja di sebuah perusahaan tambang di Pangkalpinang itu sengaja mengambil flight Senin pagi (29/10) untuk bisa masuk kerja. Namun, malang tak dapat ditampik: pesawat Lion Air yang mereka tumpangi jatuh setelah 13 menit terbang.
Epi mengenali sepatu yang kondisinya sudah terburai itu karena pernah dipakai saat Lebaran. ”Saya sudah ikhlas, Pak. Tapi, saya ingin lihat jenazah anak saya, saya yakin dia masih di pesawat,” katanya.
Meski sudah ada puluhan kantong jenazah yang dibawa ke RS Bhayangkara, Epi belum bisa memeriksanya. Padahal, dia sangat ingin segera tahu jenazah putranya.