Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Kontradiksi PP Nomor 26 Tahun 2023 dengan UU Kelautan, Dilema Ekonomi vs Ekologi

Jumat, 09 Agustus 2024 – 17:29 WIB
Kontradiksi PP Nomor 26 Tahun 2023 dengan UU Kelautan, Dilema Ekonomi vs Ekologi - JPNN.COM
Pengamat Maritim, Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa. Foto: Dokumentasi pribadi


“Kasus-kasus ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum, yang ditandai dengan ketidakadilan dalam pemberian sanksi terhadap pelaku ilegal. Sering kali, pelaku dengan kekuatan ekonomi besar mampu lolos dari jeratan hukum atau menerima sanksi yang ringan, sementara kerusakan lingkungan yang diakibatkan sangat signifikan,” ujar Capt. Hakeng.  


Fenomena ini, lanjut Capt. Hakeng, menunjukkan adanya ketimpangan dalam penegakan hukum yang lebih mengutamakan aspek ekonomi daripada perlindungan lingkungan.

“Maka dampak lingkungan dari penambangan pasir laut tanpa izin sangat merusak kondisi ekosistem laut. Aktivitas ini mengubah pola sedimentasi laut dan merusak habitat pesisir yang penting bagi keberlanjutan ekosistem laut,” tegas Capt. Hakeng.

Selain itu, pencemaran akibat aktivitas tersebut juga memperburuk kondisi lingkungan laut, mempercepat degradasi sumber daya hayati laut, dan meningkatkan risiko bencana alam seperti erosi dan abrasi pantai.

Penegakan hukum yang tidak efektif terhadap pelaku penambangan ilegal ini semakin memperparah masalah lingkungan laut yang sudah ada.

Kondisi ini diperburuk oleh adanya kebijakan diskriminatif yang tercermin dalam PP Nomor 26 Tahun 2023, yang tidak mengakomodir kepentingan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya laut.


“Peraturan ini lebih condong mengatur perizinan bagi pelaku usaha besar, sementara masyarakat lokal yang hidup dari laut sering kali tidak memiliki akses yang sama. Diskriminasi ini memperparah ketimpangan sosial dan ekonomi, di mana masyarakat lokal yang bergantung pada sumber daya laut untuk kehidupan sehari-hari sering kali tersisih dan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan,” sambung Captn. Hakeng.


Untuk mengatasi masalah ini, lanjut Captn. Hakeng, diperlukan pendekatan yang lebih inklusif dalam pembuatan regulasi yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal serta pemangku kepentingan terkait.

PP Nomor 26 Tahun 2023 cenderung memprioritaskan keuntungan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya laut, terutama dalam konteks hasil sedimentasi laut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA