Kontroversi Pemulangan WNI Anggota ISIS: Banyak Opsi, Semuanya Berisiko
Posisi konstitusi Indonesia itu pun sejalan dengan sejumlah perjanjian dan perangkat hukum internasional yang juga menjamin hak kewarganegaraan, seperti pasal 15 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak atas kewarganegaraan.
Selanjutnya, menentukan arah kebijakan yang tepat untuk memutuskan apakah WNI simpatisan ISIS harus diterima kepulangannya atau tidak bukanlah pilihan yang mudah bagi pemerintah Indonesia.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, menyebutkan tiga aspek utama yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam menentukan arah kebijakan terkait wacana pemulangan WNI simpatisan ISIS, salah satunya adalah aspek kemanusiaan.
Menurut Judha, dari aspek kemanusiaan, pemulangan para WNI simpatisan ISIS dinilai perlu dilakukan atas asas kemanusiaan. Namun, dia menambahkan bahwa pemerintah tentu perlu mempertimbangkan aspek keamanan.
Pemulangan para WNI simpatisan ISIS dikhawatirkan bisa mendatangkan ancaman keamanan. Para WNI yang pernah terlibat sebagai kombatan mungkin telah menguasai kemampuan dan keterampilan yang suatu saat dapat digunakan untuk aksi teror di dalam negeri.
Selain itu, potensi penyebaran ideologi radikal yang dianut oleh para simpatisan ISIS merupakan suatu sumber kekhawatiran lainnya.
"Kita pasti pertimbangkan sisi kemanusiaan, apalagi yang menyangkut perempuan dan anak-anak, tetapi memulangkan (para WNI simaptisan ISIS) itu tentu punya dampak keamanan," ujar Judha.
Selanjutnya, dia mengatakan bahwa pemerintah RI juga perlu mempertimbangkan aspek penegakan hukum, terutama untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. "Terkait masalah penegakan hukum, rasa keadilan masyarakat perlu dipenuhi. Para WNI yang ke sana untuk menjadi kombatan ISIS itu kan menyalahi undang-undang kita maka penegakan hukum harus dilakukan," ucap Judha.