Kuasa Hukum Minta Jubir KPK Jangan Congkak dan Tak Perlu Ajari Kusnadi Soal Kejujuran
Begitu pula "perlindungan", kata Petrus, adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atau "lembaga lainnya" sesuai dengan undang-undang tersebut.
Dengan demikian, lanjut Petrus, Kusnadi memiliki "legal standing" (posisi hukum) untuk meminta perlindungan sebagai saksi kepada LPSK, karena peristiwa yang dialami pada Senin (10/6/2024) di Lantai 2 Gedung KPK, sebagai peristiwa yang faktual yang merupakan bagian dari rekayasa untuk "memeras" pengakuan demi memenuhi pesanan pihak eksternal.
"Tindakan penyidik KPK inilah yang menimbulkan akibat berupa 'rasa takut" dan 'trauma' yang nyata bagi Kusnadi. Di sinilah terdapat 'ratio decidendi' antara ancaman yang menimbulkan rasa takut, dan rasa takut melahirkan permintaan 'perlindungan saksi' kepada LPSK," cetusnya.
Kusnadi Ditangkap
Oknum penyidik KPK, tutur Petrus lebih lanjut, diduga memanipulasi dokumen administrasi penggeledahan, penyitaan dan tanda terima barang sitaan dari Kusnadi, guna membungkus rapi tindakan yang melanggar hukum berupa "penangkapan" terhadap Kusnadi selama kurang lebih 3 jam di Lantai 2 Gedung KPK.
"Melalui penangkapan ini, penyidik leluasa melakukan perampasan kemerdekaan dan barang milik pribadi, penggeledahan badan dan penyitaan barang bukti, dengan memperlakukan Kusnadi seolah-olah tertangkap tangan. Ini jelas melanggar hukum," tegasnya.
Oleh karena itu, kata Petrus, Jubir KPK Tessa Mahardhika jangan pura-pura tidak tahu, atau berlagak pilon dan bertanya peristiwa apa yang terjadi dan dialami Kusnadi pada 10 Juni 2024 di Lantai 2 Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, karena fakta dan peristiwa ancaman itu faktual, bukan ilusi.
Langgar Hukum dan HAM