Ledakan Tabung Gas Sambar Gudang Bahan Kimia, 70 Tewas
Api cepat merembet ke gedung lima lantai di sebelahnya. Petugas kepolisian Shamim Harun ur Rashid mengungkapkan bahwa lantai dasar gedung dipakai pertokoan. Lantai 1 untuk tempat menyimpan plastik dan bahan kimia. Sisa lantai di atasnya dipergunakan untuk tempat tinggal.
Bahan kimia yang tersimpan di gedung itu membuat api kian besar. Jalan yang sempit dan kemacetan lalu lintas mengakibatkan pemadam kebakaran sulit menjangkau lokasi dengan cepat. Sedangkan api terus membesar tak terkendali dan membakar empat gedung lainnya yang juga digunakan untuk menyimpan bahan kimia mudah terbakar. Total ada lima gedung bertingkat yang dilahap api hingga habis.
Ledakan bertubi-tubi juga membakar pejalan kaki dan orang-orang yang melintas di area tersebut saat kejadian. Mereka tak bisa melarikan diri karena saat itu lalu lintas macet. Beberapa tamu di pesta pernikahan yang berlangsung di gedung pusat komunitas warga juga menjadi korban.
Bukan hanya mobil pemadam yang dikerahkan. Helikopter pun turun tangan mengevakuasi korban. Namun, banyaknya bahan yang mudah terbakar menyulitkan pemadaman. Api baru bisa ditaklukkan kemarin. Itu pun pembasahan terus dilakukan. Asap hitam juga masih mengepul di udara.
"Area ini begitu padat. Tidak ada ruang atau jalan yang cukup lebar untuk bisa mengalirkan air dengan mudah," ujar salah seorang petugas pemadam Shakil Nowaz.
Pemadam kebakaran mengaku kesulitan menemukan sumber air besar di dekat lokasi kejadian. Mereka mengalirkan air dari masjid di dekat area tersebut, tetapi tak cukup. Dibutuhkan waktu beberapa jam sebelum mereka bisa menyiram titik api secara maksimal.
Tim evakuasi masih mencari setiap jengkal untuk memastikan apakah ada korban lainnya. Dalam salah satu siaran televisi, tampak gerbang salah satu gedung dikunci. Penghuni gedung tersebut panik tak bisa keluar.
"Hingga saat ini, 70 jenazah telah dievakuasi. Jumlah itu bisa meningkat karena pencarian lebih lanjut masih dilakukan," terang Direktur Pemadam Kebakaran dan Pertahanan Sipil Julfikar Rahman kepada Reuters. (sha/c4/dos)