Legislator: Pemerintah Jangan Ikut-ikutan Panik dan Impor Oksigen
"Ini prestasi yang membanggakan. Bahkan beberapa waktu lalu kita berhasil membantu gas oksigen ini ke India," lanjut Mulyanto.
Dalam paparan Kemenkes saat Rapat Kerja di DPR menyebutkan dari sisi alokasi, sekarang ini sektor industri dialokasikan sebesar 70 persen. Sedang sektor kesehatan dialokasikan hanya sebesar 30 persen.
Sementara kebutuhan untuk medis sebesar 800 ton per hari (atau 292 juta ton per tahun) dan diperkirakan meningkat menjadi 2.000 ton per hari (730 juta ton per tahun).
"Jadi kalau kita geser kuota sektor industri ke sektor kesehatan, apalagi kalau kapasitas pabrik oksigen yang menganggur ini dioptimalkan, maka masih ada sisa sebesar 137 juta ton per tahun. Artinya produksi gas oksigen dalam negeri relatif cukup.
Jadi, apa yang dilakukan pemerintah untuk menggeser alokasi gas oksigen industri untuk kesehatan sampai 100 persen di masa-masa panik seperti sekarang ini sudah tepat.
Kemudian, yang perlu segera dilakukan adalah kebijakan untuk mengoptimalkan kapasitas pabrik gas oksigen yang menganggur menuju 100 persen.
"Ini hal yang strategis perlu dilakukan. Agar kita tidak mengandalkan impor lagi," imbuh Mulyanto.
Selain itu Mulyanto minta pemerintah memperhatikan aspek pengawasan, terutama pada jaringan distribusi, termasuk juga transportasinya.
Selain itu, pemerintah perlu mensosialisasikan kondisi yang ada kepada masyarakat agar tidak terjadi panic buying.
" Jangan sampai masyarakat yang tidak membutuhkan, banyak menyimpan gas oksigen ini di rumah-rumah," katanya.
Menteri BUMN Erick Thohir memastikan kontribusi BUMN untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi masyarakat di masa pandemi Covid-19, khususnya selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Erick Thohir mengatakan perusahaan-perusahaan BUMN strategis seperti Pertamina Group termasuk di dalamnya adalah PGN, Krakatau Steel dan Pupuk Indonesia Group yang di dalamnya ada Petrokimia dan juga PUSRI, Pelindo ikut aktif dalam infrastruktur logistiknya.