Lupa Bahasa Ibu, Hanya Bisa Bahasa Minang-Indonesia
Laporan TITIK ANDRIYANI PariamanKamis, 15 Oktober 2009 – 08:55 WIB
Memang, kata dia, rumah itu awalnya tak sebesar sekarang. Generasi demi generasi turut merenovasi dan menjaga pusaka leluhur itu. "Bangunan ini mencatat sejarah kami. Ini bukti bila leluhur kami sudah lama di sini," ujarnya.Namun, sekarang yang tersisa dari bangunan itu hanyalah rumah yang tak lagi utuh. Atap bangunan hancur berantakan. Yang paling parah adalah bagian belakang bangunan yang seolah tak menyisakan puing. "Yang tinggal di sini sebelumnya adalah paman saya. Sekarang tidak mungkin lagi bisa ditempati," tutur pria 42 tahun itu.
Kendati demikian, warga kampung Keling belum berniat membangun kembali rumah leluhurnya itu. Sebab, mereka masih konsentrasi memperbaiki tempat tinggal masing-masing yang juga dihajar gempa. Memang kerusakan rumah mereka tak begitu parah. "Hanya dinding-dinding yang retak. Tapi, kalau tak diperbaiki juga berbahaya," ujar bapak dua anak itu.
Di kampung Keling, Kelurahan Lohong, tutur Rapit, saat ini bermukim sekitar 10 kepala keluarga (KK) warga muslim keturunan India. Namun, satu KK, kata dia, terdiri atas 9?10 orang. "Maklum, orang India itu rata-rata keluarga besar," ungkapnya. Dengan begitu, ada sekitar 100 warga keturunan India yang bermukim di kampung itu.