Lupa Bahasa Ibu, Hanya Bisa Bahasa Minang-Indonesia
Laporan TITIK ANDRIYANI PariamanKamis, 15 Oktober 2009 – 08:55 WIB
Semula, warga India yang tinggal di situ cukup banyak. Namun, lantaran Pariaman tak memberikan kesempatan mendapat hidup yang layak, satu per satu memilih merantau menuju kota-kota besar. Misalnya, Padang, Jakarta, Medan, Surabaya, Pekanbaru, maupun Semarang. "Di sini kesempatan untuk berkembang kecil. Sarjana menganggur saja banyak. Penghasilan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," jelas Rapit. Banyak juga warga yang meninggalkan kampung itu karena kawin dengan orang luar.
Dia menceritakan, mata pencaharian utama warga Keling adalah berdagang. Sebagian lagi memilih menangkap ikan di laut dan menjualnya di pasar. "Karena di sini tak ada satu pun pabrik, ekonomi masyarakatnya lemah," ujarnya. Para suami umumnya berjualan di pasar. Sedangkan para istri mayoritas membuat emping melinjo.
Hampir setiap rumah warga memiliki pohon melinjo. Mereka bisa memetik buahnya setiap saat. Kemudian, menjemur, menggoreng, dan menumpuk biji melinjo itu menjadi emping. Satu kilogram seharga Rp 50 ribu. "Emping itu kami bungkus dan ditaruh depan rumah. Nanti ada orang yang mengambil dan menjualnya di pasar," kata Rapit.