Lupa Bahasa Ibu, Hanya Bisa Bahasa Minang-Indonesia
Laporan TITIK ANDRIYANI PariamanKamis, 15 Oktober 2009 – 08:55 WIB
Sejatinya, tutur Rapit, 20 tahun lalu ada satu budaya India yang masih diterapkan di kampung Keling. Yaitu, perempuan kerap membeli laki-laki untuk dipinang. Namun, seiring bergeraknya zaman, budaya itu mulai luntur. Justru orang yang tinggal di pedalaman Padang Pariamanlah yang masih memberlakukan adat itu.
Meski sedikit berbeda dengan penduduk setempat, Rapit dan keturunan India lain tak pernah merasa dibedakan. "Kami ini ya seperti bagian dari mereka. Yang membedakan, kulit kami lebih hitam dan berhidung mancung," ucapnya lantas tersenyum.Saat ini warganya amat berharap aktivitas sehari-hari bisa pulih kembali. Anak-anak bisa pergi sekolah. Para suami kembali menangkap ikan di laut dan para istri menjual barang dagangan ke pasar. "Sekarang kami masih khawatir ada gempa susulan," harapnya. Di kampung Keling, Kota Padang, meski penduduknya tak sebanyak di Pariaman, rumah penduduk yang hancur cukup parah. Di Padang memang ada juga kampung Keling. Jumlah warganya sekitar 60 orang.
Kampung yang lokasinya dekat dengan Pondok Pecinan itu juga hancur. Mayoritas bagian belakang rumah warga roboh. Dinding rumah hancur, lantai mengelupas, atap juga terbuka semua.Muhammad Idris, salah seorang warga keturunan India muslim, yang membuka jasa angkutan barang di Kota Padang menuturkan, gempa membuat warga kampung Keling kalang kabut. Betapa tidak, rumah warga rusak berat. Bahkan, sebagian warga memilih tidur di masjid. Termasuk, Idris dan keluarganya.