Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Mahfud MD: Di Mana Letak Memperkaya Orang Lain?

Jumat, 14 April 2017 – 05:38 WIB
Mahfud MD: Di Mana Letak Memperkaya Orang Lain? - JPNN.COM
Dahlan Iskan saat menbacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor Surabaya, kemarin (13/4). Foto: Boy Slamet/Jawa Pos

Kalau semua itu belum cukup, saya juga terpaksa mengemukakan ini lagi: Selama 10 tahun saya menjabat Dirut PT PWU, saya tidak digaji dan memang tidak mau digaji, tidak menerima tunjangan, tidak menerima fasilitas apa pun. Biaya-biaya perjalanan dinas, baik di dalam maupun ke luar negeri, selama 10 tahun itu saya bayar sendiri dari uang pribadi.

Bahkan, ketika PT PWU sudah laba miliaran rupiah, di mana direksi berhak mendapat bonus, saya tidak mau menerima bonus. Seandainya tidak ada saksi di persidangan ini yang mengungkapnya, saya sudah lupa peristiwa ini: Suatu saat ketika perusahaan sudah laba miliaran rupiah, diam-diam direksi mengirimkan uang bonus ke rekening saya. Saya langsung panggil direksi tersebut. ’’Saya dimarahi habis,’’ kata saksi. Saya memang marah saat itu. Mengapa saya dikirimi uang bonus. Saya minta agar uang kiriman itu ditarik lagi.

Mengapa begitu, Yang Mulia? Saya merasa penghasilan saya di perusahaan-perusahaan saya sendiri sudah lebih dari cukup untuk hidup berkecukupan saya dan keluarga saya karena saya mempunyai prinsip sendiri dalam mendefinisikan kata ’’cukup’’ itu.

3. Saya juga dianggap sudah lama kenal lama dengan orang yang bernama Sam Santoso dan kemudian saya berkolusi dengan dia. Saya tegaskan, saya tidak kenal Sam Santoso sebelum diperkenalkan oleh Saudara Wisnu Wardana yang saat itu sudah menjabat ketua tim penjualan aset Kediri dan Tulungagung dalam suatu makan siang di Hotel Mirama, di sela-sela makan siang saya dengan tamu saya lainnya. Bahkan baru saat diperkenalkan itulah saya tahu bahwa Sam Santoso adalah pemilik pabrik keramik yang sangat besar di Sidoarjo, PT Kuda Laut Mas dan PT Jatisuma.

Saya memang kenal dan akrab dengan banyak sekali pengusaha Tionghoa di Surabaya. Mereka adalah pengusaha Tionghoa yang tergabung dalam Yayasan Sosial Marga Tionghoa. Atau mereka yang aktif bersama-sama saya membina barongsai. Atau dengan mereka yang aktif di Yayasan Chengho. Sam Santoso bukan aktivis di perkumpulan-perkumpulan tersebut sehingga saya tidak pernah bertemu dengannya.

Saya tidak tahu sejak kapan Wisnu Wardana kenal Sam Santoso. Di Jatim, pabrik keramik itu tidak banyak. Bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. Komunitas keramik ini kecil. Saling kenal dan saling bantu. Bisa jadi perkenalan itu terjadi saat Wisnu Wardana menjadi direktur pabrik keramik Tulungagung seperti yang secara jelas dikatakan oleh saksi Oepojo bahwa Sam mengaku pernah membantu perbaikan kiln pabrik keramik Tulungagung. Atau bahkan mungkin jauh sebelum itu saat Wisnu Wardana menjadi kepala unit pabrik keramik Tulungagung dan di tahun 1998 atau sekitar itu membeli mesin bekas pembuatan keramik dari pabrik keramik milik Sam Santoso.

Kalau benar saya menginginkan penjualan aset tersebut harus jatuh atau diberikan kepada orang yang saya inginkan, mengapa tidak dilakukan oleh direksi saja? Toh, UU PT membolehkan? Tapi, karena direksi tidak ingin terlibat langsung dalam teknis penjualan aset ini, maka dibentuklah tim khusus. Termasuk menentukan SOP-nya.

Sayang, jaksa mendakwa saya melakukan kolusi dengan Sam Santoso hanya berdasar keterangan Sam Santoso yang amat jahat. Apalagi kesaksian tertulis itu diberikan dalam keadaan Sam sudah terbaring sakit karena stroke berbulan-bulan.

Sidang dengan agenda pembacaan pleidoi Dahlan Iskan di Pengadilan Tipikor Surabaya kemarin (13/4) juga dihadiri beberapa tokoh serta para Dahlanis

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close