Maruarar Sirait Suluh di Kesunyian yang Belum Padam
Oleh: Yogen Sogen - Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi NegaraSecara realitas historis, pernyataan Bung Karno adalah ledakan emosi dan imajinasi yang meluap pada sungai perjuangan mencapai Indonesia Merdeka.
Bung Karno adalah Elang yang ingin bebas dan terbang tinggi, tetapi dari ketinggian, ia memandang seluruh kehidupan masyarakat yang pelik.
Inspirasi reflektif Bung Karno menjadi cikal bakal kobaran semangatnya memperjuangkan kemerdekaan, karena Bung Karno terlahir dari pemimpin yang dekat pada "rasa".
Bahasa Bung Karno ditafsirkan Bang Ara sebagai sosok politisi yang memiliki kemampuan soal "rasa".
Menjadi politisi atau seorang kader partai, harus bisa membaca pesan kebatinan orang-orang yang belum merasakan kedamaian dalam diri.
Ketidakdamaian dalam diri terlahir dari ragam pergulatan fenomena hidup yang timbul tenggelam, sosial, ekonomi, budaya dan lainnya.
Hal ini dilihat Bang Ara sebagai "ratapan" yang terlahir dari realitas gerak hidup manusia yang ditulis Thomas Hobbes dalam karyanya De Cive (1651) yakni "homo homini lupus" atau manusia adalah serigala bagi sesama manusianya.
Pergulatan dan fenomena masyarakat ini menjadi panggilan sakral Bagi Bang Ara untuk berkarya lebih melalui jalan sunyi.