Membaca Arah Transformasi Pendidikan di Era Nadiem Makarim
Oleh: Yogen Sogen, Founder Jaringan Millenial NusantaraKurikulum yang ada saat ini ialah kurikulum 2013 yang berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, yang mana kurikulum tersebut berprinsip Demokratis.
Kurikulum 2013 terbentuk dengan tujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan yang mereka peroleh atau yang mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran di sekolah (Anwar, 2014).
Merasa belum cukup dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Makarim kembali menerapkan kebijakan kurikulum terbaru yang disebut sebagai merdeka belajar, dengan mengusung konsep merdeka belajar, merdeka bermain.
Dengan konsep merdeka yang diutarakan oleh Mendikbudristek, terdapat 4 pokok kebijakan terkait hal tersebut. Pertama, mengganti ujian nasional dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan survey karakter.
Kedua, Penyerahan Ujian Sekolah Berstandar Nasional kepada sekolah. Ketiga, Penyerderhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Keempat, Perluasan system zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Singkatnya, Kurikulum Merdeka Belajar adalah bentuk evaluasi dari kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum 2013. Kurikulum ini diluncurkan secara resmi oleh Medikbudristek Nadiem Makarim pada Februari 2022.
Komitmen Medikbudristek ini sejalan dengan pandangan Prof.Dr. Henry Guntur Tarigan bahwa Kurikulum ialah suatu formulasi pedagogis yang termasuk paling utama dan terpenting dalam konteks proses belajar mengajar.
Maka, Kurikulum Merdeka Belajar memberikan tantangan terbaru bagi iklim pendidikan di Indonesia untuk melahirkan suasana pendidikan yang ramah, tidak kaku tapi belajar secara bebas dan menemukan sendiri makna dan tujuannya.