Memperlemah Koperasi Credit Union
Oleh: Suroto, Praktisi KoperasiGerakan Kopdit bukan semata soal uang. Mereka itu telah berhasil membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berdimensi sosial, ekonomi dan budaya.
Gerakan ini setidaknya telah berhasil mereduksi residu pembangunan yang kapitalistik, monokultur dan atas-bawah (top down). Mereka telah berhasil mengangkat derajat dan martabat manusia anggotanya.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi Dan UKM mustinya berada di garda paling depan untuk melindungi mereka dan bukan justru melalukan upaya kriminalisasi.
Salah satu upaya perlindungan oleh Kemenkop dan UKM itu yang penting juga misalnya adalah dengan seharusnya membubarkan koperasi papan nama dan rentenir berbaju koperasi yang selama ini justru merusak citra koperasi. Bukan mengkriminalisasi koperasi yang sudah berjalan baik.
Koperasi di banyak negara dianggap sangat penting artinya bagi pembangunan yang berkeadilan. Mereka tidak hanya diberikan daya dukung agar tumbuh berkembang, tetapi juga disusunkan arsitektur kelembagaanya agar mandiri, dan berdaya lestari.
Koperasi Kredit di negara Kanada dan Prancis telah menjadi lembaga keuangan terbaik di negara ini, dan menjadi konglomerasi sosial yang dimiliki dan dikendalikan secara demokratis satu orang satu suara.
Sebut saja misalnya, Koperasi Desjardins di Kanada yang asetnya 5 kali lipat bank BRI dan Koperasi Bank Populiere di Prancis. Di Jerman, bahkan struktur lembaga keuangan mereka itu 74 persen didominasi koperasi dan sisanya baru oleh swasta dan pemerintah/BUMN.
Seruan moral Uskup Pontianak untuk menghentikan upaya kriminalisasi Kopdit di Kalimantan Barat, sudah benar. Ini tidak hanya sejalan dengan visi Ajaran Sosial Gereja, tapi juga pernyataan terbuka yang dibuat oleh Paus Fransiskus Asisi, pimpinan Vatikan, yang mendukung gerakan koperasi. Karena koperasi telah berusaha untuk memanusiakan manusia dan tegakkan keadilan dan menjadikannya sebagai rumah kejujuran.