Menguak Problematik Vaksin COVID-19
Oleh: Dr Paulus Januar, drg, MS
Proses pengembangan vaksin terdiri atas penelitian praklinis, uji klinis tahap 1, uji klinis tahap 2, uji klinis tahap 3, serta terakhir dilakukan penetapan dan produksi. Biasanya masing-masing proses berlangsung paling cepat sekitar 2,5 tahun, sehingga kalau lancar seluruh proses akan berkisar 12 hingga 15 tahun.
Problemnya seringkali dalam kenyataannya tidak berlangsung mulus, seperti misalnya upaya menemukan vaksin terhadap virus HIV dalam rangka mengatasi penularan AIDS. Penelitian untuk mendapatkan vaksin AIDS sudah berlangsung lebih dari 3 dekade, tetapi hingga sekarang belum berhasil.
Dalam rangka mengembangkan vaksin Covid-19, diupayakan prosesnya dapat dipersingkat menjadi masing-masing hanya 6 bulan, bahkan kalau bisa lebih cepat lagi, hingga keseluruhannya dapat berlangsung sekitar 2 hingga 2,5 tahun saja. Percepatan proses dilakukan dengan memanfaatkan hasil penelitian serupa yang telah dilakukan terhadap famili virus corona lainnya yang memiliki kemiripan yakni virus penyakit SARS dan MERS.
Selain itu percepatan dilakukan dengan memangkas proses birokrasi penelitian. Namun uji klinis tahap 1, 2, dan 3, mutlak harus dilakukan karena tetap harus dijalankan prosedur pembuktian ilmiah yang ketat serta prinsip kehati-hatian. Jika sekarang ini sudah mulai dilakukan uji klinis tahap 3, maka kalau berhasil diperkirakan dalam kurun waktu 1 tahun sudah tersedia vaksin Covid-19.
Pada penelitian praklinis berdasarkan kajian teoritik dilakukan penelitian laboratorium, serta percobaan pada hewan. Namun hasil penelitian laboratorium serta percobaan pada hewan belum tentu sama hasilnya pada manusia. Dengan demikian penelitian harus dilanjutkan dengan melakukan serangkaian uji klinis pada manusia.
Uji klinis tahap 1 sebagai percobaan awal pada manusia dilakukan pada sekelompok kecil subyek penelitian, biasanya 10 hingga 100 orang. Tujuan uji klinis tahap 1 terutama untuk melihat aspek keamanan vaksin yakni tidak menimbulkan efek merugikan yang serius, di samping juga menelaah efektivitasnya dalam menimbulkan imunitas tubuh.
Uji klinis tahap 2 dilakukan pada subyek penelitian yang lebih banyak, biasanya 100 hingga 1000 orang. Pada tahap ini lebih ditelaah efektivitas dan keamanan vaksin, termasuk pula dapat digunakan untuk menghitung dosis yang tepat dan penjadwalan pemberian vaksin.