Merunut Kaitan Tokoh Reformasi di Pusaran Kasus Korupsi
jpnn.com, JAKARTA - Nama mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais kembali menjadi perbincangan. Kali ini, sosok yang menyandang julukan sebagai Tokoh Reformasi itu disebut menerima transferan hasil korupsi proyek di Kementerian Kesehatan pada 2005.
Nama Amien muncul dalam surat tuntutan atas mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan buffer stock untuk wabah penyakit. Lantas, bagaimana nama Amien bisa terseret kasus itu?
Siti Fadilah Menteri dari PAN
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK awalnya mendakwa Siti Fadilah telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengadaan alat kesehatan buffer stock Kemenkes pada 2005. Perbuatan Siti diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,14 miliar.
Jaksa menduga Siti telah menunjuk langsung PT Indofarma Global Medika sebagai rekanan penyedia barang dan jasa dalam pengadaan tersebut. Awalnya, Siti pada September 2005 beberapa kali bertemu dengan Direktur Utama PT Indofarma Global Medika dan Nuki Syahrun selaku Ketua Soetrisno Bachir Foundation (SBF).
Nuki adalah adik ipar Soetrisno yang kala itu menjadi ketua umum PAN. Menurut jaksa, penunjukan langsung yang dilakukan Siti terhadap PT Indofarma merupakan bentuk bantuan Siti untuk PAN. Sebab, pengangkatan Siti sebagai menteri kesehatan merupakan hasil rekomendasi Muhammadiyah.
Saat itu, Siti memerintahkan Mulya A Hasjmi selaku kuasa pengguna anggaran sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk mengupayakan penunjukan langsung kepada PT Indofarma sebagai penyedia barang. Namun, Siti diduga memperkaya PT Indofarma Tbk sejumlah Rp 1,59 miliar dan PT Mitra Medidua sejumlah Rp 4,55 miliar.
Uang alkes mengalir ke rekening pengurus PAN
Uang korupsi hasil kongkalikong antara Siti dengan pengusaha rekanan pengadaan alkes untuk buffer stock pada 2005 diduga mengalir ke rekening pengurus DPP PAN. Hal itu tercantum dakwaan dari JPU KPK dalam kasus Siti.
Pada 4 April 2006, PT Indofarma menerima pembayaran lunas dari Kemenkes sesuai kontrak sebesar Rp 15,54 miliar, setelah dipotong pajak menjadi Rp 13,9 miliar. Selanjutnya PT Idofarma membayar kepada PT Mitra Medidua sebesar Rp 13,5 miliar.