Meski Andalkan Investor, Proyek Bukit Algoritma Tetap Berisiko Mengganggu APBN
Proyek yang memungkinkan terjadinya akumulasi harga tanah
Di sisi yang lain, Elisa Sutanudjaja, Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies melihat Bukit Algoritma ini "tak lebih dari rencana pengembangan kota baru ala-ala developer dengan mengambil tema tertentu, dan kebetulan saja tema yang dipilih adalah Silicon Valley."
Namun, Ia menilai rencana ini sejatinya bertujuan untuk melakukan ekstraksi dari akumulasi nilai tanah setelah tanah tersebut ditempelkan pada kegunaan baru.
Lebih lanjut, Elisa menganalisis adanya satu pola dalam beberapa program strategis nasional (PSN), termasuk Bukit Algoritma, yang memiliki tujuan akhir memfinansialisasi spekulasi, dan mendapatkan akumulasi harga tanah.
"Dan rata-rata, [program] itu adalah mega proyek, misalnya Kereta Cepat Jakarta-Bandung, National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), Proyek Tanggul Tol Laut Semarang Demak, berbagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) baru untuk pariwisata di Labuan Bajo, Ibukota baru, LRT Jabodetabek, dan sekarang Bukit Algoritma," kata Elisa.
Ia menambahkan, biasanya proyek ini menunggangi masalah yang dihadapi suatu daerah dan sebetulnya "dijadikan kuda troya untuk pengambilan lahan dari rakyat dan akhirnya mendapatkan keuntungan berlebih dari akumulasi lahan tersebut."
Padahal, proyek-proyek tersebut belum tentu memecahkan masalah sesungguhnya yang ada.
Elisa mencontohkan proyek NCICD dan Tol Tanggul Laut Semarang Demak.
"Masalah utamanya adalah penurunan muka tanah, tapi solusinya reklamasi dan bikin tanggul tol dan jalan tol. Sementara dalam penjelasan proyeknya sama sekali tidak ada solusi untuk penurunan muka tanahnya," tuturnya.