MK Beri Kepastian Hukum untuk Angkutan Online
MA ternyata mencabut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Salah satunya yaitu soal aturan kewajiban badan hukum yang tertuang dalam Pasal 27 huruf a, yang berbunyi: Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi persyaratan memiliki paling sedikit 5 (lima) kendaraan yang dibuktikan dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atas nama badan hukum dan surat tanda bukti lulus uji berkala kendaraan bermotor.
Merasa ada ketidakadilan, Organda menggugat ke MK. Organda meminta MA menghormati dan menaaati putusan MK.
"Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi yang mengikat Mahkamah Agung," kata kuasa hukum Organda Andi Asrun, Jumat (6/10).
Gugatan itu baru didaftarkan ke MK dengan Nomor 79/PUU-XV/2017. Sementara itu, MK kembali menegaskan bahwa taksi online wajib berbadan hukum.
"Dengan rumusan pasal a quo yang menegaskan adanya keharusan berbadan hukum bagi penyedia jasa angkutan online bukan hanya telah memberikan kepastian hukum, tetapi juga memberikan perlindungan dari berbagai aspek, baik kepada penyedia jasa, pengemudi, maupun pengguna jasa angkutan online," kata Ketua MK Arief Hidayat sebagaimana dikutip dari website MK, Jumat (6/10).
Pasal yang dimaksud yaitu Pasal 139 ayat 4 UU LLAJ yang berbunyi: Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut MK, pasal di atas tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum.