Mungkinkah Pilkada Serentak Ditunda untuk Cegah Klaster Baru COVID-19?
"Pertama, tidak boleh melakukan arak-arakan. Jadi tidak boleh membawa pendukung yang begitu banyak untuk datang ke kantor KPU melakukan pendaftaran," tutur Arief.
Dari 687 bakal pasangan calon yang mendaftar, ada ratusan yang diduga melanggar aturan protokol kesehatan COVID-19.
Menanggapi maraknya pelanggaran ini, Presiden Joko Widodo dalam pidatonya Senin (07/09), memerintahkan Menteri Dalam Negeri dan kepolisian untuk menindak tegas kerumunan selama penyelenggaraan Pilkada 2020.
"Saya minta Pak Mendagri, [agar] urusan yang berkaitan dengan Pilkada ini betul-betul ditegasi betul, diberikan ketegasan betul," kata Joko Widodo.
Kementerian Dalam Negeri akhirnya menegur 51 kepala daerah dan wakilnya terkait kerumunan massa saat pendaftaran calon peserta Pilkada 2020 yang berpotensi menjadi klaster baru.
'Risikonya besar jika Pilkada terus dilanjutkan'
Mengingat masih banyak tahapan Pilkada dengan potensi kerumunan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merekomendasikan agar Pemerintah dan DPR, "melakukan penundaan pelaksanaan tahapan pilkada lanjutan sampai situasi kondisi penyebaran COVID-19 berakhir atau minimal mampu dikendalikan berdasarkan data epidemologi yang dipercaya," demikian bunyi poin pertama rekomendasi Komnas HAM.
Seruan penundaan juga disampaikan oleh beberapa pengamat dan organisasi, seperti Indobarometer dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Dekorasi (Perludem)
"Kami di Perludem khawatir sekali dengan perkembangan akhir-akhir ini, ada 60 bakal pasangan calon yang positif COVID-19," kata Peneliti Perludem Nurul Amalia, Minggu (13/09).