Nasdem: UU Pemilu Harus Diterima Secara Gentleman
jpnn.com, JAKARTA - Fraksi yang walk out pada rapat paripurna Kamis (20/7) malam akan menggugat UU Pemilu yang baru disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka tidak terima dengan ketentuan presidential threshold yang dianggap melanggar konstitusi.
Menyikapi ini Sekretaris Fraksi Partai Nasdem di DPR Syarif Abdullah Alkadrie mengatakan, melakukan gugatan memang hak setiap warga negara. Hanya saja, dalam tatanan berdemokrasi ada etika yang harus dihormati.
Menurut dia, UU Pemilu ini merupakan produk yang dihasilkan DPR yang dalam pembahasannya tentu ada yang setuju ada yang tidak. “Dalam kompromi itu tentu ada yang diuntungkan ada yang tidak,” kata Syarif Abdullah saat dihubungi JPNN, Jumat (21/7).
Dia menjelaskan, jika melihat dari awal proses pembentukan RUU Pemilu, sebenarnya beberapa fraksi sudah setuju jika musyawarah mufakat tidak tercapai maka dilakukan voting. “Jadi, sudah diladeni, sudah dilakukan beberapa kali lobi dan tetap tidak capai kata sepakat hingga akhirnya diputuskan untuk voting. Harusnya ini dihormati dan dihargai,” ujarnya.
Abdullah kembali mengingatkan, dalam sebuah demokrasi tentu ada keinginan dan keputusan yang tidak sama. Hal itu sangat wajar.
Dia mencontohkan, Nasdem saja di awal pembahasan ingin parliamentary threshold tujuh persen. Namun, akhirnya melunak mengikuti keinginan fraksi lain sebesar empat persen.
Kemudian, kuota hare. Menurut dia, sebenarnya dengan penggunaan kuota hare itu hanya menguntungkan partai kecil. Tapi, lagi-lagi Nasdem tidak masalah, karena konsekuensi dari kebersamaan akhirnya mengikuti sainta lague murni yang dianggap menguntungkan partai besar.
Demikian juga Golkar dan PDI Perjuangan yang awalnya memaksakan alokasi kursi per dapil 3-8. Namun, mereka akhirnya luluh menyepakati alokasi kursi per dapil 3-10. “Di situlah terjadi tarik menarik dan seni dalam politik,” tegas Ketua DPW Partai Nasdem Kalbar ini.